Selasa, 26 Februari 2019

Inilah Sukses Batik Mirota Yogyakarta


Pria kelahiran Yogyakarta, 7 Januari 1950 ini ialah sosok di balik Mirota Batik yang sangat populer di Yogyakarta. Selain Mirota, laki-laki berjulukan lengkap Hamzah Sulaiman ini juga mendirikan restoran House of Raminten. Suka dan sedih telah dilalui laki-laki yang kini menentukan pensiun dan lebih banyak meluangkan waktunya untuk berkesenian. Seperti apa lika-liku perjalanan kesuksesannya?  Bagi saya, kesuksesan berarti sanggup membeli sesuatu sesuai kehendak hati. Saya tak perlu menyampaikan yang muluk-muluk, apa saja yang saya inginkan. Sukses itu, jikalau pengin beli mobil, saya sanggup beli, pengin tidur, saya sanggup tidur. Meskipun untuk mencapai yang saya inginkan itu harus dengan jerih payah. Semua memang tak tiba dengan sendirinya. Sewaktu muda, saya pernah pengin punya segala sesuatu, ternyata kini cita-cita itu terkabul.  Kadang, cita-cita saya bagi orang lain agak berlebihan, contohnya pengin dokar dan kereta kencana, ya, saya beli kemudian saya letakkan di halaman rumah. Bukan bermaksud sombong, tapi memang saya gunakan sebagai pajangan untuk memperindah rumah. Malah banyak juga, lho, yang foto-foto di situ. Bisa dikatakan, saya sudah tak heran dengan segala kemewahan di dunia ini.

Keinginan saya paling selesai ialah punya panggung, itulah obsesi saya semenjak muda. Bayangkan sanggup menciptakan pertunjukkan diterangi aneka macam lampu. Akhirnya semua itu tercapai, tiap Sabtu malam ada pertunjukkan di Mirota Batik, meski tak selalu saya yang mengisi. Panggung itulah cita-cita terakhir saya.  Memang, sih, pengin punya panggung yang besar. Tapi harga tanah di Yogyakarta kini sudah mahal. Kebetulan di lantai 3 kosong, saya ubah saja jadi ruang tunggu dan panggung. Setelah cita-cita itu tercapai, saya tak ingin apa-apa lagi.  Mirota Batik yang berada di Jalan Malioboro, Yogyakarta ialah usaha saya dalam menangani bisnis. Jatuh berdiri telah saya lalui, hingga pernah mendapatkan tuduhan dikala Mirota terbakar habis. Kini, sudah saatnya perlahan-lahan saya serahkan bisnis ke orang kepercayaan saya. Saatnya saya kini menikmati hasil bisnis, lantaran terus terperinci saya sudah capek. 

Cinta Seni Tari 
Mengenang masa kecil ialah dikala yang paling menyenangkan. Saya ialah bungsu dari 5 bersaudara. Sejak usia 6 tahun, Ibu, Tini Yumiati, sudah menyuruh saya latihan tari. Saya pun diikutkan grup tari dan saya berdasarkan saja pada cita-cita orangtua. Untungnya saya menyukai tari, maka saya melakukannya dengan bahagia hati. Malah abang wanita saya yang tak suka menari menentukan tak meneruskan latihan lagi. Beda dengan saya, yang tetap melanjutkan latihan.  Saat pentas, Bapak, Hendro Sutikno dan Ibu ikut menonton dan gembira melihat kepiawaian saya. Meski tugas saya hanya jadi monyet dikala pentas Ramayana. Saya masuk dalam dunia yang saya sukai. Inilah mungkin yang menciptakan saya punya obsesi, suatu dikala nanti ingin punya panggung sendiri, dimana sanggup pentas sesuai kehendak hati.  Orangtua bergotong-royong tak mengurus sekolah anak-anaknya. Mereka sibuk mencari uang di sebuah perusahaan. Sebetulnya Bapak mau dipindah kerja tapi Ibu menolak, balasannya menentukan keluar dan buka usaha sendiri. Mungkin bergotong-royong orangtua ingin anak-anaknya mandiri, makanya semua diserahkan ke anak-anak. Meski saya sempat mengecap dingklik kuliah, tapi tak hingga selesai lantaran harus mencari duit. 

Untungnya semua anak-anaknya punya kemauan berpengaruh mencari uang sendiri, contohnya abang wanita saya jualan roti meski tadinya kuliah. Kalaupun balasannya dia jadi sarjana ekonomi, itu lantaran sehabis menikah menentukan melanjutkan kuliah. 

Begitu juga dengan saya, sempat kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) Jurusan Biologi. Tapi lantaran tak begitu pandai, saya menentukan berhenti dan masuk ke Fakultas Bahasa Inggris IKIP hingga tingkat D2. Sebenarnya, ada sebabnya saya tak meneruskan kuliah. Saat itu tahun 1971, ada pembukaan registrasi kerja di kapal.  Keinginan saya untuk melihat dunia luar terutama luar negeri sangat kuat, hingga balasannya memutuskan kerja di kapal. Bapak dan Ibu tak mendukung atau menolak, mereka menyerahkan semua keputusan ke saya. Pilihan saya, ya, kerja dan keliling dunia.  Yang menyedihkan, dikala teman-teman saya diantar orangtuanya ke stasiun, saya sama sekali tak ada yang mengantar. Memang sedih, tapi mau bagaimana lagi, mereka punya kesibukan yang tak sanggup ditinggalkan. Saya berharap, dengan bekerja sanggup menjadi anak berdikari dan tak bergantung pada orang lain. Sampai balasannya saya mendapatkan sponsor dan sanggup bekerja di Amerika. Saya bekerja sebagai perawat meski tak punya ijazah.  Hasilnya, saya sanggup menyewa apartemen dan hidup layak. Tapi lama-lama saya berpikir, harta benda itu tak ada artinya lantaran saya tidak erat dengan keluarga. Ada kerinduan yang memuncak ingin bertemu mereka. Meski sudah bergelimang harta, saya selalu pengin pulang. Akhirnya, saya memutuskan kembali ke Yogyakarta tahun 1974. 

Jual Batik 
Setahun sehabis kepulangan saya, Bapak meninggal dunia. Mungkin memang sudah suratan, ya. Saya terpaksa meneruskan usaha Bapak, meski dikala itu usia saya gres 25 tahun. Usaha yang dikelola Bapak ialah toko kelontong di Malioboro. Ibu juga sudah buka toko roti di garasi. Toko yang mereka miliki berjulukan Minuman dan Roti Tawar disingkat ‘Mirota’. Kelak, saya mewariskan nama itu untuk toko saya, Mirota Batik, tepatnya.  Karena jiwa saya di seni, saya membuka toko batik pada 1976. Kenapa batik? Memang, secara belajar sendiri saya juga sanggup mendesain batik. Sempat juga memiliki grup tari The Glass & Dolls. Tadinya saya memang berharap sanggup hidup dari seni tari, ternyata malah merugi. 

Penyebabnya tak lain lantaran saya terlalu memikirkan kostum yang elok dan indah. Sayangnya yang menonton hanya sedikit, jadi pengeluaran untuk kostum-kostum mahal tak sanggup tertutupi. Pernah juga punya usaha katering yang dikelola Budhe, lantaran saya tak ahli masak. Berhubung Budhe tinggal di Purworejo, dia harus pulang-pergi ke Yogya. Lama-lama, ya, repot.  Setelah grup tari bubar, saya konsentrasi jadi desainer dan jualan batik di Mirota, meski tempatnya kecil. Mirota Batik buka tahun 1978-an. Sekarang lebih dikenal sebagai mal. Dulu, sih, masih pertokoan Malioboro. Agar isinya lebih bervariasi, saya yang kenal dengan pemilik Danar Hadi kemudian berhubungan untuk mengisi toko. Dulu, tokonya masih kecil. Saat itu Malioboro masih sepi. Bagian utara saja masih menyerupai kawasan hantu, belum seramai sekarang. Saya kini menentukan pensiun dan menyerahkan Mirota Batik kepada orang kepercayaan saya. Sekarang saya cuma ingin menikmati jerih payah saya selama ini.

Jemput Bola 
Untungnya saya termasuk orang yang telaten. Meski sepi pembeli, tapi tetap saya jalani dengan aneka macam upaya dan usaha. Saya mendatangkan batik dari aneka macam kawasan dan toko, hingga balasannya mulai dilirik orang. Dan, bicara soal suasana Jogja, ya, memang identik dengan suasana keraton. Makanya saya mendekorasi Mirota menyerupai keraton. Memang, konsepnya tak hanya jualan batik saja, tapi juga suasana.  Saking rajinnya, saya pernah menerima Kalpataru sebagai pembina perajin. Saya suka membawa tumpuan barang ke perajin, kemudian oleh mereka dibentuk yang bagus, sehingga barang itu sanggup dijual meski tak harus selalu dijual ke saya. Tahun 1980-an ialah dikala dimana saya jarang di rumah. Kerjanya mencari perajin, hingga jauh ke pelosok daerah.  Saya memang tak berdiam diri saja selama terjun di bisnis ini, tapi menjemput bola. Meski ada juga perajin yang tiba ke saya menyampaikan diri. Pokoknya, saya coba membuka peluang bisnis buat orang lain. Saya datangi bazar satu ke bazar lain, di desa-desa di Jawa dan Bali. Saya selalu melihat peluang di luar. Tentu saja kini hal itu sudah tak saya lakukan lagi lantaran umur sudah semakin tua. 

Mungkin di situlah kelebihan Mirota Batik, barangnya beraneka ragam dari aneka macam daerah. Akhirnya, pelan-pelan pembeli tertarik, datang, dan membeli. Di Mirota, para pengunjung juga sanggup melihat pembatik dari keraton yang sedang membatik kain. Tahun 2011 ini, saya dirikan juga toko buah tangan yang bertempat di Mirota dengan harga terjangkau.

Sumber : .tabloidnova.com

2 komentar:

DEWAPK^^ agen judi terpercaya, ayo segera bergabungan dengan kami
dicoba keberuntungan kalian bersama kami dengan memenangkan uang jutaan rupiah
ditunggu apa lagi segera buka link kami ya :) :)

DEWAPK^^ agen judi terpercaya, ayo segera bergabungan dengan kami
dicoba keberuntungan kalian bersama kami dengan memenangkan uang jutaan rupiah
ditunggu apa lagi segera buka link kami ya :) :)

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan kalian semua.
Silahkan tinggalkan komentar anda dengan baik dan sopan.
Silahkan berikan saran dan kritik untuk membangun blog ini jauh lebih baik.
terimakasih

Baca Juga

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
close
Banner iklan   disini