PENGUSAHA yang jeli selalu melihat adanya peluang di tengah tantangan, menyerupai dialami oeh Marina Syopialdi yang merintis bisnisnya di Angola semenjak lima tahun lalu. Sebagaimana dilaporkan dalam portal isu Kemlu, pekan lalu. Dia tidak ingin sendiri, beliau mengajak teman-teman pengusaha Indonesia untuk mau merambah peluang di negeri di cuilan benua Afrika itu.
“Saya melihat, ke depan, masih banyak peluang di Angola, dan saya ingin Indonesia memanfaatkan kesempatan ini. Satu hal yang saya lihat yaitu kesempatan untuk memasarkan produk Indonesia, kolaborasi di bidang pertanian, peternakan, perminyakan, perikanan hingga sumber daya manusia," demikian disampaikan Marina Syopialdi mengungkapkan kepada Dubes RI di Windhoek, Agustinus Sumartono.
Marina Syopialdi membangun hotel bergaya Indonesia di salah satu tempat wisata di Angola, Malanje. Hotel empat lantai dengan 43 kamar tidur, dibangun dengan memakai tenaga kerja dan material dari Indonesia. Untuk keperluan ini, hampir 45 kontainer materi baku didatangkan dari Indonesia. Usahanya untuk menyebarkan penginapan di tempat wisata terus berlanjut ke wilayah lainnya, yaitu: Ndalatando (Kuanza Norte), Luanda (termasuk Muxima), Cabinda hingga ke Huambo.
Menurut Dubes Sumartono, terlepas dari fakta tingginya biaya hidup di Angola, khususnya di ibukota Luanda, Marina Syopaldi, termasuk pengusaha Indonesia yang gigih dan “berani” menanamkan modalnya di negara penghasil minyak kedua terbesar di Afrika (1,75 juta barel/hari pada tahun 2011) dan produsen berlian kelima terbesar di dunia.
Menurut Dubes, ekonomi Angola tumbuh 7,4 persen (2012) dan tahun 2013 pemerintah Angola memperkirakan pertumbuhan ekonomi 7,1 persen, dengan referensi pertumbuhan masih bergantung pada sektor minyak bumi, yaitu sekitar 95 persen dari nilai ekspor. Dalam beberapa tahun ke depan, ekonomi Angola diperkirakan masih akan tumbuh stabil. Pemerintah merencanakan untuk menaikkan produksi minyak bumi menjadi 2 juta barel/hari pada 2015.
Investasi gila di sektor pertambangan dan konstruksi, khususnya pembangunan infrastruktur, sepertinya akan menjadi andalan dalam percepatan pembangunan negara yang gres 11 tahun terlepas dari perang saudara yang berkepanjangan ini.
Akibat perang saudara, Pemerintah Angola memperkirakan kerugian infrastruktur sekitar USD 30 miliar. Itu sebabnya, pemerintah terus berupaya membuat banyak sekali kebijakan yang aman untuk menarik investor dan mendukung kegiatan pembangunan infrastruktur jangka panjang.
Dari segi stabilitas politik, dengan terpilihnya kembali Presiden Dos Santos untuk 5 tahun ke depan, resiko investasi di Angola secara politik dapat dibilang sangatlah kecil, demikian Dubes Sumartono.
Sumber : indonesiarayanews.com
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan kalian semua.
Silahkan tinggalkan komentar anda dengan baik dan sopan.
Silahkan berikan saran dan kritik untuk membangun blog ini jauh lebih baik.
terimakasih