Minggu, 24 Februari 2019

Kisah: Koalisi Keummatan Dan Koalisi Kerakyatan Hanya Impian?



News demam isu  tentang ”umroh politik’’ yang ditengarai dilakukan oleh Amien Rais dan Prabowo ketika melaksanakan ibadah umroh di Tanah Suci dengan menyambangi pimpinan FPI Habib Rizieq yang konon berada di Mekkah (Sabtu, 2 Juni 2018) cukup menarik untuk di simak. Diberitakan banyak sekali media nasional, pertemuan itu juga dihadiri Perwakilan Alumni 212 dan Garda 212. Meski pihak-pihak yang bertemu menampik adanya umroh politik, namun pembahasan persoalan pemilihan umum 2019 khususnya pemilihan presiden menjadi kegiatan pertemuan itu.
Bahkan dalam pertemuan itu Habib Rizieq menggagas Koalisi Keummatan yang pada dasarnya supaya partai politik Islam bersatu (berkoalisi) untuk mendukung Prabowo Subiyanto sebagai Calon Presiden 2019 – 2024. Koalisi Keummatan ini ditujukan kepada partai politik Islam yang dinilai mempunyai visi yang sama; yaitu PKS, PAN, PBB dan GERINDRA
Romantisme pilkada Jakarta
Bagaimanapun sebuah kisah kesuksesan akan cenderung mendorong pihak yang mengalami atau mencapainya untuk mengulangi. Tak ada yang salah dalam dunia politik, secara person dan keanggotaan, bahwa PKS, Gerindra dan PAN hadir dan ‘berkoalisi’ ketika itu untuk mendukung Anies-Sandi menghadapi Ahok-Djarot dengan pesona Habib Rizieq sebagai trigger penentang penista agama gubernur petahana ketika itu.
Jutaan umat Muslim berkumpul disekitar Monas dan memenuhi Jakarta untuk melaksanakan agresi hening dan berujung pada kalahnya Ahok-Djarot di pilkada Jakarta tahun kemudian yaitu sebuah momen yang dahsyat, mengharukan dan luar biasa, bahkan menjadi sorotan dunia. Romantisme inilah yang hendak dibangun kembali dan mencoba dihidupkan untuk menghadapi pilpres 2019. Tentu saja romantisme lain yang ‘lebih kecil dari 212’ juga menjadi lecutan aksesori seperti, pilkada Banten, pilkada Jawa Barat dan sebagainya.
Tak ada yang baru
Namun demikian, hasil pertemuan sehabis Umrah ini sanggup dikatakan datar dan tidak ada sesuatu yang baru. Bukanlah informasi gres bahwa Habib Rizieq ;
(1) menginginkan ummat Islam bersatu (baca partai politik). HRS seringkali mengucapkan dan mendorong ini jauh hari sebelum pilkada Jakarta.
(2) kedekatan HRS dengan Prabowo yaitu juga kedekatan ’masa muda’ FPI ketika orde gres (saat Prabowo Danjen Kopassus), ketika pembentukan paramiliter rakyat terlatih, meski kemudian Habib Rizieq sebagai Komandan FPI beralih ke Wiranto ketika Prabowo diberhentikan dari ABRI.
(3) mengajak PBB masuk pusaran Koalisi Keummatan HRS juga bukan hal baru, FPI pernah bergabung dengan ormas keislaman ibarat Pemuda Ka’bah, KISDI (Komite Indonesia Untuk Solidaritas Dunia Islam dan GPI  (Gerakan Pemuda Islam) yang beberapa personilnya ada di PBB. Saat itu berkoalisi membentuk milisi para militer dalam rangka mendukung presiden BJ Habibie ketika pidato pertanggungjawaban presiden di tahun 1998-1999.
Seberapa berpengaruh Koalisi Keummatan
Jika melihat komposisi Partai Islam yang dihimbau HRS untuk bersatu (PKS, PAN PBB) maka dilihat dari perolehan dingklik dan suara, kekuatan Koalisi Keummatan ini tidaklah sepadan menghadapi Koalisi Lawan. Tentu ketika ini PBB masih ‘kurang diperhitungkan’ serta partai Gerindra tidaklah sempurna dikatakan sebagai Partai Islam. Tidak munculnya atau belum merapatnya PKB, PPP dan Partai Nasionalis Agamis lainnya untuk bergabung terperinci mengisyaratkan apa yang di himbau oleh HRS sanggup dikatakan stagnan. Dalam sebuah diskusi dengan kawan, beliau bahkan menghitung secara matematis;

1.  Dukungan agresi 212 diklaim lebih dari 3 juta pemilih (prediksi hadir ketika agresi hening 212), seandanya menentukan Prabowo semua nantinya diasumsikan perhitungan dari perolehan bunyi pilpres 2014 ; Prabowo – Hatta vs Jokowi JK terpaut 8,9 juta (lihat info grafis)
2.  Tentu, penerima agresi 212 yaitu sebagian besar yang pernah mengikuti pemilihan umum 2014 dan sebetulnya tidak masuk dalam hitungan bunyi untuk Prabowo nantinya
3.    Kemenangan Pilkada Koalisi mereka di DKI jakarta yang berpenduduk sekitar 9 juta dengan perolehan bunyi 57-58% sanggup dikatakan tidaklah signifikan kalau bandingkan secara nasional, baik jumlah maupun presentasenya. DKI Jakarta hanya unggul dari sisi pemberitaan dan keriuhan alasannya yaitu notabene sebagai ibukota negara.
4. Jutaan angka yang terdengar begitu banyak (khususnya klaim agresi hening 212) kalau dikonversiakan kedalam persentasi jumlah pemilih akan menjadi kecil, jumlah pemilih pemilu 2019 diprediksi mencapai 195 juta pemilih.
HRS perlu kreatif
Garda 212 dan PA 212 dikabarkan berdamai dalam pertemuan ‘umrah politik’ tersebut, dalam pengertian yaitu PA dan Garda 212 setuju menjalankan isyarat HRS supaya mendukung Prabowo dalam pilres 2019 alasannya yaitu HRS menampik derma maju sebagai calon presiden dan mengarahkannya kepada Prabowo. Ceritanya akan menjadi lain dan lebih seru kalau HRS bersedia mencalonkan diri.
Menurut irit penulis, kalau langkah HRS bersedia menjadi calon presiden itu yaitu langkah kreatif yang mungkin akan merubah secara total peta kekuatan politik yang ada jelang pilpres 2019. Nampaknya, kebesaran jiwa HRS selama ini yang selalu bermain dalam tataran ‘gerakan moral’ dan ‘gerakan himbauan’ atau ‘menolak politik’ sebagai sebuah keputusan yang beresiko ‘kalah’ atau semacam menyediakan kendaraan ‘yang disesaki penumpang’ dari banyak sekali macam latar belakang dan tujuan.
Penolakan HRS untuk maju sebagai capres 2019 atas ajuan ‘anak didik’nya dari sisi politik, terutama sisi gambaran politik menegaskan bahwa HRS masih berkutat pada imej level ‘penggerak demo paling wahid’ atau ‘pemegang rekor pencetus massa’. Langkah HRS ini juga sanggup dinilai sebagai cerminan ‘keraguan’ berpolitik secara total.
1.    Kekuatan Potensial Pesaing itu berjulukan Poros Ketiga

Pada ketika yang sama, tersiar kabar mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia Gatot Nurmantyo mencium tangan Ketua Umum partai Demokrat SBY, meski budaya cium tangan sebagai tanda penghormatan yaitu hal biasa, namun  oleh sebagian pembaca dipersepsikan sebagai kekuatan SBY (faktor hasil survey Gatot Nurmantyo sebagai capres atau cawapres) yang akan memunculkan kutub gres pada pilpres 2019, selain kutub Jokowi dan kutub Prabowo. Jika ditambah dengan potensi terpentalnya partai lain di Koalisi Pemerintah (kemungkinan PKB atau PPP, atau partai lain) dan dari koalisi kubu Prabowo, maka kutub gres potensi akan mendapat amunisi yang cukup untuk membentuk Poros Ketiga.
Kabar terakhir SBY melemparkan wacana Koalisi Kerakyatan, apakah sanggup terwujud?. Partai Demokrat kalau bergabung dengan Gerindra juga akan memenuhi electoral threshold, namun ‘’koalisi’ mereka yang mencitrakan Gerindra-PKS-PAN akan terpolarisasi, kemungkinan PKS, PAN akan condong merapat ke PKB, membentuk Poros Ketiga dengan catatan PDI-P (Jokowi dan partai Koalisi) gagal merangkul Cak Imin.

2 komentar:

DEWAPK^^ agen judi terpercaya, ayo segera bergabungan dengan kami
dicoba keberuntungan kalian bersama kami dengan memenangkan uang jutaan rupiah
ditunggu apa lagi segera buka link kami ya :) :)

DEWAPK^^ agen judi terpercaya, ayo segera bergabungan dengan kami
dicoba keberuntungan kalian bersama kami dengan memenangkan uang jutaan rupiah
ditunggu apa lagi segera buka link kami ya :) :)

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan kalian semua.
Silahkan tinggalkan komentar anda dengan baik dan sopan.
Silahkan berikan saran dan kritik untuk membangun blog ini jauh lebih baik.
terimakasih

Baca Juga

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
close
Banner iklan   disini