Entrepreneur berusia 18 tahun ini tidak ingat secara niscaya kapan pertama kali dirinya mulai berdagang. Namun satu hal yang niscaya yaitu bibit-bibit kemandiriannya telah terbentuk semenjak ia masih duduk di dingklik sekolah dasar. Mulai dari menjual kelereng, gambaran, petasan sampai menjual koran, menjadi tukang parkir serta ojek payung, Hamzah Izzulhaq, demikian nama entrepreneur muda ini memoles jiwa entrepreneurship-nya. Bertujuan menambah uang saku, ia melakoni semua itu di sela-sela waktu luang dikala kelas 5 SD. Hamzah, begitu beliau sering disapa, terlahir dari keluarga menengah sederhana. Sang ayah berprofesi sebagai dosen sementara ibunda yaitu guru SMP. Secara ekonomi, Hamzah tak kekurangan. Ia senantiasa mendapatkan uang saku dari orangtuanya. Namun terdorong oleh rasa ingin Mandiri dan mempunyai uang saku yang lebih banyak, Hamzah rela menghabiskan waktu senggangnya untuk mencari penghasilan bersama dengan teman-temannya yang secara ekonomi masuk dalam kategori kurang mampu. Hamzah mulai menekuni bisnisnya secara serius ketika beranjak dewasa dan duduk di dingklik kelas 1 SMA. Ia berjualan pulsa dan buku sekolah setiap pergantian semester. Pemuda kelahiran Jakarta, 26 April 1993 ini melobi sang paman yang kebetulan bekerja di sebuah toko buku besar untuk menjadi biro dengan diskon sebesar 30% per buku. “Buku itu kemudian saya jual ke teman-teman dan kakak kelas. Saya beri diskon untuk mereka 10%, sehingga saya menerima 20% dari setiap buku yang berhasil terjual. Alhamdulillah, saya mengantongi nett profit pada dikala itu mencapai Rp950 ribu/semester,”. Uang jerih payah dari hasil penjualan pulsa dan laba buku kemudian ditabungnya. Sebagian digunakan untuk membuka konter pulsa dimana bab operasional diserahkan kepada sobat SMP-nya sementara Hamzah hanya menaruh modal saja. Sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali digunakan tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Voucher pulsapun juga sering dikonsumsi secara pribadi. Dengan kerugian yang diteriman, Hamzah hasilnya memutuskan untuk menutup perjuangan yang hanya berjalan selama kurang lebih 3 bulan itu. “Sampai kini etalase untuk menjual pulsa masih tersimpan di gudang rumah,” kenang Hamzah sambil tertawa. Dengan menyimpan rasa kecewa, Hamzah berusaha bangkit. “Saya sangat suka membaca buku-buku pengembangan diri dan bisnis. Terutama buku “Ciputra Way” dan “Quantum Leap”. Sehingga itu yang menciptakan saya bangun ketika rugi berbisnis,” jelasnya. Bermodal sisa tabungan di bank, Hamzah mulai berjualan pulsa kembali. Beberapa bulan kemudian, tepatnya ketika ia kelas 2 SMA, Hamzah membeli alat mesin pin. Hal itu nekat dilakoninya karena ia melihat peluang perjuangan di sekolahnya yang sering mengadakan sejumlah program ibarat pentas seni, OSIS dan lainnya, yang biasanya membutuhkan pin serta stiker. Dari acara-acara di sekolah, ia mendapatkan order yang cukup besar. Tapi lagi-lagi ia harus mendapatkan kenyataan merugi karena tak menguasai teknik sehingga banyak produk orderan yang gagal cetak dan mesinnya pun rusak. “Ayah sedikit murka dengan kerugian yang saya buat itu,” lanjut Hamzah. Dari kerugian itu, Hamzah merenung dan membaca biografi pengusaha sukses untuk menumbuhkan kembali semangatnya. Tak berapa lama, ia mulai berjualan snack di sekolah ibarat roti, piza dan kue-kue. Profit yang terkumpul dari penjualan camilan itu sebesar Rp5 juta. Pada pertengahan kelas 2 SMA, ia menangkap peluang bisnis lagi. Ketika sedang mengikuti seminar dan komunitas bisnis pelajar bertajuk Community of Motivator and Entrepreneur (COME), Hamzah bertemu dengan kawan bisnisnya yang menawari perjuangan franchise bimbingan berguru (bimbel) berjulukan Bintang Solusi Mandiri. “Rekan bisnis saya itu juga masih sangat muda, usianya gres 23 tahun. Tapi bimbelnya sudah 44 cabang,” terangnya. Hamzah kemudian diberi prospektus dan laporan keuangan salah satu cabang bimbel di lokasi Johar Baru, Jakarta Pusat, yang kebetulan ingin di-take over dengan harga jual sebesar Rp175 juta. Dengan hanya memegang modal Rp5 juta, pengusaha muda lulusan SMAN 21 Jakarta Timur ini melobi sang ayah untuk meminjam uang sebagai perhiasan modal bisnisnya. “Saya meminjam Rp70 juta dari ayah yang seharusnya uang itu ingin dibelikan mobil. Saya kemudian melobi rekan saya untuk membayar Rp75 juta dulu dan sisanya yang Rp100 juta dicicil dari laba tiap semester. Alhamdulillah, usul saya dipenuhi,” kenang Hamzah. Dari franchise bimbel itu, bisnis Hamzah berkembang pesat. Keuntungan demi laba selalu diputarnya untuk menciptakan bisnisnya lebih maju lagi. Kini, Hamzah telah mempunyai 3 lisensi franchise bimbel dengan jumlah siswa diatas 200 orang tiap semester. Total omzet yang diperolehnya sebesar Rp360 juta/semester dengan nett profit sekitar Rp180 juta/semester. Sukses mengelola bisnis franchise bimbelnya, Hamzah kemudian melirik bisnis kerajinan SofaBed di area Tangerang. Sejak bulan Agustus lalu, bisnis Hamzah telah resmi berbadan aturan dengan nama CV Hamasa Indonesia. Lulusan Sekolah Menengan Atas tahun 2011 ini duduk sebagai eksekutif utama di perusahaan miliknya yang omzetnya secara keseluruhan mencapai Rp100 juta per bulan. “Saat ini saya sedang mencicil perlahan-lahan modal yang saya pinjam 2 tahun kemudian dari ayah. Alhamdulillaah, berkat motivasi dan Pak Ci saya sudah bisa ke Singapore dan Malaysia dengan hasil uang kerja keras sendiri,” ujarnya. Menurut Hamzah, dari pengalamannya, berbisnis di usia muda mempunyai sejumlah tantangan plus hambatan ibarat contohnya diremehkan, tidak dipercaya dan lain sebagainya. Hal itu dianggapnya wajar. “Maklum saja, alasannya yaitu di Indonesia, entrepreneur muda dibawah 20 tahun masih amat langka. Kalau di Amerika usia ibarat saya ini mungkin hal yang sangat biasa,” tutupnya. Baca Juga : Kisah Orang Sukses -- Pendiri Apple ' Steve Jobs ' Source : ciputraentrepreneurship.com Share Artikel : |
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan kalian semua.
Silahkan tinggalkan komentar anda dengan baik dan sopan.
Silahkan berikan saran dan kritik untuk membangun blog ini jauh lebih baik.
terimakasih