Profil pengusaha sukses Indonesia kali ini yakni tokoh yang memiliki keinginan berpengaruh untuk memajukan dunia batik Lasem sebagai kerajinan orisinil Indonesia yang bernilai tinggi, baik di mata lokal atau manca negara. Suka maupun sedih dalam membuatkan batik Lasem atau Laseman sudah dirasakan oleh perempuan ini. Walaupun dibesarkan dari keluarga terpandang, tetapi tidak menciptakan ia tinggi hati, justru sebaliknya, ia selalu berlaku baik kepada siapa saja. Namun, sesudah sekitar satu atau dua tahun ia lulus dari sekolah Apoteker di Semarang, ia mendapatkan teguran dari orang tuanya. Ia dikucilakn dari pihak keluarga. Padahal ketika itu umurnya gres 20 tahunan.
Setelah dikeluarkan dari keluarga, kemuadian Baomi hengkang ke kabupaten Kudus. Di mana pada ketika itu keadaan cukup sulit, namun ia sebagai gadis bakir balig cukup akal berani banting tulang untuk mencukupi kebutuhannya sendiri. Buktinya ia tidak aib menekuni pekerjaannya sebagai tukang basuh pakaian. Kemudian ia beralih lagi beberapa pekerjaan sampai pada puncaknya ia menemukan jati dirinya sebagai seorang pengusaha yang mandiri. Marilah kita ikuti kisah profil pengusaha sukses Indonesia ini.
Sebelum sukses menjadi pengusaha, Naomi perempuan sederhana ini juga pernah menjalani hidupnya sebagai tukang basuh baju, pemotong batang rokok, kernet bus antar kota dan akhirnyaa menjadi pengrajin batik lasem.Kegetiran hidup tak menyurutkan usaha Naomi Susilowati Setiono (46) dalam menjalani kesehariannya. Dengan berapi-api, perempuan sederhana ini menuturkan kisah hidupnya yang diawali sebagai tukang basuh baju, pemotong batang rokok, kernet bus antarkota, dan alhasil menjadi pengusaha serta perajin batik lasem.
Hingga tak heran, rekan-rekannya memintanya untuk menjadi ketua cluster batik lasem, yang sampai sekarang belum diberi nama. Dalam waktu dekat, cluster ini akan dinamai menjadi semacam asosiasi perajin/pengusaha batik lasem.
Semua ini alasannya yakni kebaikan Tuhan, ungkapnya mensyukuri perbaikan hidup yang dialaminya. Meski bukan pengusaha batik nomor wahid di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, perempuan peranakan Tionghoa ini sangat populer di dunia perbatikan, khususnya batik lasem.
Jenis batik lasem (atau laseman) yang perkembangannya jauh tertinggal dibanding batik solo dan yogya ini terus digeluti, meski masih memakai peralatan tradisional. Naomi yang memimpin Batik Tulis Tradisional Laseman Maranatha di Jalan Karangturi I/I Lasem, Rembang, ini mengerahkan 30 perajin guna mendukung usahanya.
Selain mengemban status single parent, Naomi populer aktif sebagai pendeta di gereja setempat. Bahkan, akhir-akhir ini ia disibukkan dengan mengisi seminar maupun pemaparan ke banyak sekali instansi mengenai seluk-beluk batik lasem.
Ia juga tengah merintis pengaderan perajin batik ke sekolah-sekolah secara gratis. Kalau tidak kami sendiri yang mengader, siapa lagi? Tidak sanggup hanya mengandalkan pemerintah, ujarnya.
Naomi mengaku pernah melontarkan gagasannya kepada Bupati Rembang Hendarsono (saat itu) untuk menyisipkan cara membatik ke dalam pelajaran muatan lokal. Sayangnya, wangsit ini tak ditanggapi dan dianggap tidak sanggup berhasil.
Akhirnya, ia pribadi turun ke sekolah-sekolah untuk memberikan gagasannya itu. Kini, ia masih menunggu balasan dari sekolah-sekolah. Jika problem tempat, saya sanggup meminjam balai desa, tak perlu keluar uang, ujarnya.
Meski sangat sibuk, produktivitasnya tak berubah. Setiap bulan Naomi dan rekan-rekan pekerja di tempatnya menghasilkan rata-rata 150 potong batik tulis. Batik-batik bermotif akulturasi budaya Cina dan Jawa ini dikirim ke banyak sekali daerah, menyerupai Serang (Banten), Medan (Sumut), dan Surabaya (Jatim).
Naomi menjelaskan, usaha batik yang digeluti semenjak tahun 1990 ini merupakan limpahan dari orangtua. Namun, ia tidak semata-mata mendapatkan begitu saja.
Pada tahun 1980, lulusan Sekolah Menengah Apoteker Theresiana Semarang ini mendapatkan problem sehingga dikucilkan dari keluarga yang ketika itu terpandang di wilayahnya. Ditolak dari keluarga yang telah mengasuhnya 21 tahun itu mau tak mau harus diterimanya. Ia pun pindah ke Kabupaten Kudus.
Di tempat ini ia menyingsingkan lengan baju dan bekerja sebagai pencuci pakaian. Tergiur penghasilan yang lebih tinggi, ia pindah sebagai buruh pemotong batang rokok di Pabrik Djarum Kudus.
Karena kurang cekatan, ia hanya mendapatkan penghasilan yang sedikit, Rp 375 per hari. Padahal teman-teman sanggup memotong rokok berkarung-karung, sanggup menerima uang Rp 2.000-an, ujar lulusan Sekolah Tinggi Theologia Lawang, Jatim, ini.
Ia hengkang dan berpindah sebagai kernet bus Semarang-Lasem. Singkat cerita, orangtuanya memintanya kembali ke Lasem. Itu pun dengan banyak sekali cemooh. Saya ditempatkan di bawah pembantu. Mau minta air dan makan ke pembantu. Saya juga dilarang memasuki rumah besar, ujarnya.
Perlakuan ini ia terima dengan lapang dada. Sedikit demi sedikit ia mempelajari cara pembuatan batik lasem. Mulai dari desain, memegang canting, melapisi kain dengan malam, sampai memberi pewarnaan diperhatikannya dengan saksama.
Hingga suatu hari, tahun 1990, orangtuanya memutuskan tinggal dengan adik-adiknya di Jakarta. Usaha batik tidak ada yang meneruskan. Dari titik inilah Naomi dipercaya untuk melanjutkan usaha batik warisan bebuyutan ini.
Kesempatan ini dipakai Naomi untuk mengubah sistem dan hukum main bagi pekerjanya. Ia memberi kesempatan kepada perajin untuk menunaikan ibadah shalat. Sesuai kewajiban yang ingin mereka jalankan, saya memberikannya. Ini salah satu sistem gres yang saya terapkan, ungkapnya yang pernah bercita-cita sebagai arkeolog.
Suasana kerja juga bukan lagi atasan dan bawahan. Ia menganggap perajin yakni rekan usaha yang sama-sama membutuhkan dan menguntungkan. Jika siang hari turun tangan dalam memproses batik, malam hari digunakannya untuk menciptakan desain.
Ibu dari Priskila Renny (23) dan Gabriel Alvin Prianto (17) ini masih tetap eksis di dunia perbatikan. Perlahan namun pasti, batik lasem mulai menggeliat dan dilirik kembali oleh para pencinta batik, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. (sumber: Kompas, 23 Januari 2006)
Itulah citra kehidupan seorang pengusaha perempuan Indonesia, Naomi Susilowati Setiono. Kesuksesan yang dimilikinya untuk membangun usaha pembuatan batik Lasem Marantha patut diacungi jempol. Ia berhasil menerangkan segala usaha yang ditempuh dengan kerja keras dan pantang mengalah niscaya akan memetik hasil yang manis. Ditambah pula dengan keinginannya yang berpengaruh untuk memajukan dunia perbatikan yang ada di Indonesia biar bersinar kembali. Atas kecintaannya yang mendalam terhadap pekerjaan membatik, menciptakan dirinya sadar akan kebudayaan bangsa yang harus dilestarikan. Sukses selalu untuk Naomi Susilowati Setiono dan teruslah berkarya! Semoga profil pengusaha sukses Indonesia kali ini sanggup menambah wawasan anda dan lebih mengangkat usaha di bidang kebudayaan bangsa Indonesia. Jaga terus semangat kewirausahaan, salam sukses selalu!
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan kalian semua.
Silahkan tinggalkan komentar anda dengan baik dan sopan.
Silahkan berikan saran dan kritik untuk membangun blog ini jauh lebih baik.
terimakasih