Kisah sukses Bob Sadino memang tak asing lagi ditelinga kita, bahkan dia menentukan miskin sebelum kaya. Pernyataan tersebut sangatlah kontroversi sekali alasannya ialah pada umumnya insan takut akan miskin dan maunya kaya raya. Mungkin beberapa kebijaksanaan untuk menjawab pernyataan Bob Sadino tersebut ialah kalau kita dalam kondisi awal miskin terlebih dahulu sebelum kaya mungkin menciptakan mental kita lebih siap kalau nanti jadi pengusaha yang sukses tetapi dalam perjalanan bisnis kita tiba-tiba gulung tikar mendadak. Kita akan lebih siap menghadapinya dan gampang untuk bangun alasannya ialah perilaku mental yang kita miliki sebagai modal. Tapi hal tersebut berbeda sekali keadaannya kalau kondisinya berlawanan, misal kalau kita eksklusif dalam keadaan kaya tanpa pernah mencicipi miskin, maka kalau kita mengalami kebangkrutan mendadak, kita akan kesulitan untuk bangun dan memulai lagi.
Sangat menarik sekali kalau kita membahas tokoh yang satu ini. Sebenarnya inti dongeng sukses Bob Sadino tersebut mengatakan formula-formula bisnis untuk perjuangan kita dengan sangat sederhana atau simple. Karena kalau kita berguru dari praktisi yang berpengalaman dibidang usaha, maka kita akan menemukan hal-hal yang sederhana tapi kalau kita lakukan dampaknya akan luar biasa. Tak usah berlama-lama, marilah kita ikuti pemaparan kisah sukses Bob Sadino berikut ini.
Intrepreneur sukses yang satu ini menjalani jalan hidup yang panjang dan berliku sebelum meraih sukses. Dia sempat menjadi supir taksi sampai kuli bangunan yang hanya berpenghasilan Rp100.
Penampilannya eksentrik. Bercelana pendek jins, kemeja lengan pendek yang ujung lengannya tidak dijahit, dan kerap menyelipkan cangklong di mulutnya. Ya, itulah sosok pengusaha ternama Bob Sadino, seorang entrepreneur sukses yang merintis usahanya benar-benar dari bawah dan bukan berasal dari keluarga wirausaha. Siapa sangka, pendiri dan pemilik tunggal Kem Chicks (supermarket) ini pernah menjadi sopir taksi dan kuli bangunan dengan upah harian Rp100.
Celana pendek memang menjadi “pakaian dinas” Om Bob –begitu dia biasa disapa– dalam setiap aktivitasnya. Pria kelahiran Lampung, 9 Maret 1933, yang mempunyai nama orisinil Bambang Mustari Sadino, hampir tidak pernah melewatkan penampilan ini. Baik ketika santai, mengisi seminar entrepreneur, maupun bertemu pejabat pemerintah ibarat presiden. Aneh, namun itulah Bob Sadino.
“Keanehan” juga terlihat dari perjalanan hidupnya. Kemapanan yang diterimanya pernah dianggap sebagai hal yang membosankan yang harus ditinggalkan. Anak bungsu dari keluarga berkecukupan ini mungkin tidak akan menjadi seorang entrepreneur yang menjadi tumpuan semua orang ibarat kini kalau dulu tidak menentukan untuk menjadi “orang miskin”.
Sewaktu orangtuanya meninggal, Bob yang kala itu berusia 19 tahun mewarisi seluruh hartake kayaan keluarganya alasannya ialah semua saudara kandungnya kala itu sudah dianggap hidup mapan. Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih sembilan tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam, Belanda, juga di Hamburg, Jerman. Di Eropa ini dia bertemu Soelami Soejoed yang kemudian menjadi istrinya.
Sebelumnya dia sempat bekerja di Unilever Indonesia. Namun, hidup dengan tanpa tantangan baginya merupakan hal yang membosankan. Ketika semua sudah niscaya didapat dan sumbernya ada menjadikannya tidak lagi menarik. “Dengan besaran honor waktu itu kerja di Eropa, ya enaklah kerja di sana. Siang kerja, malamnya pesta dan dansa. Begitu-begitu saja, terus menikmati hidup,” tulis Bob Sadino dalam bukunya Bob Sadino: Mereka Bilang Saya Gila.
Pada 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Kala itu dia membawa serta dua kendaraan beroda empat Mercedes miliknya. Satu kendaraan beroda empat dijual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Setelah beberapa usang tinggal dan hidup di Indonesia, Bob tetapkan untuk keluar dari pekerjaannya alasannya ialah ia mempunyai tekad untuk bekerja secara mandiri. Satu kendaraan beroda empat Mercedes yang tersisa dijadikan “senjata” pertama oleh Bob yang menentukan menjalani profesi sebagai sopir taksi gelap. Tetapi, kecelakaan membuatnya tidak berdaya. Mobilnya hancur tanpa bisa diperbaiki.
Setelah itu Bob beralih pekerjaan menjadi kuli bangunan. Gajinya ketika itu hanya Rp100. Ia pun sempat mengalami depresi jawaban tekanan hidup yang dialaminya. Bob mencicipi bagaimana pahitnya menghadapi hidup tanpa mempunyai uang. Untuk membeli beras saja dia kesulitan. Karena itu, dia menentukan untuk tidak merokok. Jika dia membeli rokok, besok keluarganya tidak akan bisa membeli beras.
“Kalau kau masih merokok, malam ini besok kita tidak bisa membeli beras,” ucap istrinya memperingati.
Kondisi tersebut ternyata diketahui teman-temannya di Eropa. Mereka prihatin. Bagaimana Bob yang dulu hidup mapan dalam menikmati hidup harus terpuruk dalam kemiskinan. Keprihatinan juga tiba dari saudara-saudaranya. Mereka memperlihatkan banyak sekali tunjangan biar Bob bisa keluar dari keadaan tersebut. Namun, Bob menolaknya.
Dia sempat depresi, tetapi bukan berarti harus menyerah. Baginya, kondisi tersebut ialah tantangan yang harus dihadapi. Menyerah berarti sebuah kegagalan. “Mungkin waktu itu saya anggap tantangan. Ternyata ketika saya tidak punya uang dan saya punya keluarga, saya bisa mencicipi kekuatan sebagai orang miskin. Itu tantangan, powerfull. Seperti magma yang sedang bergejolak di dalam gunung berapi,” papar Bob.
Jalan terang mulai terbuka ketika seorang sahabat menyarankan Bob memelihara dan berbisnis telur ayam negeri untuk melawan depresinya. Pada awal berjualan, Bob bersama istrinya hanya menjual telur beberapa kilogram. Akhirnya dia tertarik berbagi perjuangan peternakan ayam. Ketika itu, di Indonesia, ayam kampung masih mendominasi pasar. Bob-lah yang pertama kali memperkenalkan ayam negeri beserta telurnya ke Indonesia. Bob menjual telur-telurnya dari pintu ke pintu. Padahal ketika itu telur ayam negeri belum terkenal di Indonesia sehingga barang dagangannya tersebut hanya dibeli ekspatriat-ekspatriat yang tinggal di tempat Kemang.
Ketika bisnis telur ayam terus berkembang Bob melanjutkan usahanya dengan berjualan daging ayam. Kini Bob mempunyai PT Kem Foods (pabrik sosis dan daging). Bob juga kini mempunyai perjuangan agrobisnis dengan sistem hidroponik di bawah PT Kem Farms. Pergaulan Bob dengan ekspatriat rupanya menjadi salah satu kunci sukses. Ekspatriat merupakan salah satu konsumen inti dari supermarketnya, Kem Chick. Daerah Kemang pun kini identik dengan Bob Sadino.
“Kalau saja saya terima tunjangan kakak-kakak saya waktu itu, mungkin saya tidak bisa bicara ibarat ini kepada Anda. Mungkin saja Kemstick tidak akan pernah ada,” ujar Bob.
Pengalaman hidup Bob yang panjang dan berliku menyebabkan dirinya sebagai salah satu ikon entrepreneur Indonesia. Kemauan keras, tidak takut risiko, dan berani menjadi miskin merupakan hal-hal yang tidak dipisahkan dari resepnya dalam menjalani tantangan hidup. Menjadi seorang entrepreneur menurutnya harus bersentuhan eksklusif dengan realitas, tidak hanya berteori.
Karena itu, menurutnya, menjadi sarjana saja tidak cukup untuk melaksanakan banyak sekali hal alasannya ialah dunia akademik tanpa praktik hanya menciptakan orang menjadi sekadar tahu dan belum beranjak pada taraf bisa. “Kita punya ratusan ribu sarjana yang menghidupi dirinya sendiri saja tidak mampu, apalagi menghidupi orang lain,” terang Bob.
Bob menciptakan rumusan kesuksesan dengan membagi dalam empat hal yaitu tahu, bisa, terampil, dan ahli.
“Tahu” merupakan hal yang ada di dunia kampus, di sana banyak diajarkan banyak sekali hal namun tidak menjamin mereka bisa. Sedangkan “bisa” ada di dalam masyarakat. Mereka bisa melaksanakan sesuatu ketika terbiasa dengan mencoba banyak sekali hal walaupun awalnya tidak bisa sama sekali. Sedangkan “terampil” ialah perpaduan keduanya. Dalam hal ini orang bisa melaksanakan hal dengan kesalahan yang sangat sedikit. Sementara “ahli” berdasarkan Bob tidak jauh berbeda dengan terampil. Namun, predikat “ahli” harus mendapat akreditasi dari orang lain, tidak hanya klaim pribadi. (sumber: pemudakayaraya.wordpress.com)
Pantang mengalah dan kerja keras dari dia sangatlah perlu kita acungi jempol. Pahit getir dalam menjalani perjuangan telah dilakukan dan kesudahannya membawa efek yang sangat luar bisa. Kisah sukses Bob Sadino ini bisa menginspirasi dan menularkan virus entrepreneurship bagi seluruh pelaku-pelaku perjuangan di Indonesia. Sungguh luar biasa sekali kiat-kiat sukses yang telah dibagikan oleh beliau. Akhirnya saya berharap biar pembaca sekalian bisa mengambil sisi positif dari penaglaman Bob Sadino dan memberi efek yang positif pula bagi kelangsungan perjuangan masing-masing. Jaga selalu semangat kewirausahaan, salam sukses selalu.
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan kalian semua.
Silahkan tinggalkan komentar anda dengan baik dan sopan.
Silahkan berikan saran dan kritik untuk membangun blog ini jauh lebih baik.
terimakasih