Kisah orang sukses berwirausaha ini ialah raja Kapal Indonesia. Apa yang ada di benak Anda ketika mendengar PT Samudra Indonesia? Perusahaan yang bergerak yang bergerak di bidang perkapalan ini yaitu milik laki-laki berdarah Jawa. kesuksesannya dalam meniti karir di semua bidang cukup piawai ditekuninya. Mulai dari diplomat, pejuang, dan pengusaha. Ia pun memperoleh penghargaan Bintang Mahaputera pada tahun 1995 sebagai orang yang banyak menunjukkan sumbangan kepada pelayanan umum.
Kisah orang sukses berwirausaha ini dilahirkan ketika bangsa Belanda masih menjajah negara kita, tepatnya pada tanggal 30 Juni 1920. Pria yang dilahirkan di Pangkalan Susu, Sumatera Utara ini yaitu buah hati dari Mas Sadeli Sastrosatomo dengan Rd Ngt Sarminah. Anak ketujuh dari sembilan bersaudara ini ternyata anak seorang guru. Sebelum menginjak Sumatera Utara, awalnya kedua orang renta dia tinggal di daerah Jatinom bersahabat Klaten, Jawa Tengah. Namun, ketika kedua orang tuanya hingga di daerah yang populer dengan pelabuhan minyak bumi ketika itu, kemudian mereka berganti baju dengan menekuni profesi sebagai pegawai perusahaan yang menangani penjualan dan penyaluran opium. Untuk lebih jelasnya kisah pengusaha sukses ini, marilah kita ikuti pemaparan kisahnya berikut ini
Soedarpo Sastrosatomo |
Jarum jam menandakan angka 10, ketika saya bertemu Mienarsih Soedarpo di sebuah rumah di tempat Pegangsaan Barat, Menteng, Jakarta Pusat, medio Juli, dua tahun silam. Perempuan usia 84 tahun itu berjalan pelan, diikuti sekretaris pribadinya. Buku setebal 400 halaman yang dipegang sekretarisnya, lantas diberikan kepada saya. Pada sampul, terpampang wajah laki-laki difoto dari arah samping. Judulnya ‘Bertumbuh Melawan Arus: Soedarpo Sastrosatomo, Suatu Biografi 1920-2001′, ditulis oleh wartawan senior Rosihan Anwar.
Mata Mienarsih berkaca-kaca, ketika berkisah wacana kematian Soedarpo Sastrosatomo pada 22 Oktober 2007. Sang suami meninggal di usia 84 tahun. “Memang bapak dari dulu tak pernah mementingkan diri sendiri, tetapi betul untuk mementingkan kepentingan republik. Dia ingin kita sanggup bangun dan arif mengelola sendiri, (menjadi) pribumi. Pada simpulan hidupnya, betul betul dia menginsyafi, bahwa (kemerdekaan) ini berkat dan anugerah tuhan. Saya kira gak ada itu (permintaan menerima gelar pahlawan). Dia punya prinsip, dia orang sederhana. Tak pernah minta apa-apa,” kenang Mienarsih.
Mienarsih bertemu Soedarpo setahun sesudah Proklamasi Kemerdekaan. Keduanya bekerja di Kementerian Penerangan dalam Kabinet Sjahrir. ”Kementrian penerangan waktu itu di Jalan Cilacap Jakarta . Tugasnya untuk membantu penerbitan majalah yang bahasa belandanya “Het Inzicht” atau pandangan ke dalam. Makara saya sebagai sekretaris yang dipimpin Asmaun. Untuk pertama kali saya berafiliasi dengan Sudarpo. Sebetulmya saya sudah mendengar Soedarpo dan Soedjatmoko ketika mereka menolak digunduli pada zaman Jepang ” terperinci Mienarsih.
Kesan Rosihan Anwar
Wartawan senior Rosihan Anwar yaitu salah satu karib Soedarpo. Saya berbincang dengan Rosihan di rumahnya yang asri di bilangan Menteng, di suatu petang. Wartawan tiga zaman itu berkenalan dengan Soedarpo semenjak sekolah di AMS atau Sekolah Menengah Atas di Yogyakarta, sekitar simpulan 1930-an. Mereka makin sering bertemu ketika Sjahrir memimpin kabinet parlementer pada November 1945. Sebagai bab dari Kementerian Penerangan, Soedarpo banyak berurusan dengan wartawan asing. ”Dan dia bertugas mengurus wartawan koresponden luar negeri yang akan meliput di Indonesia. Kalau zaman kini dia sebagai public relations atau humas. Saya waktu itu bekerja sebagai wartawan surat kabar Merdeka. Saya orang kedua di Merdeka,” terperinci Rosihan.
Rosihan menilai duet Soedarpo dan Soedjatmoko di Kementerian Penerangan sangat pas. ”Soedjatmoko itu pemikir sedang Soedarpo itu penggagas lapangan. Sehingga muncul image yang baik wacana Indonesia di mata internasional.”
Buku biografi dan memoar yang mengupas profil Soedarpo Sastrosatomo dan Mien Soedarpo (Foto: MTBW)
Soedarpo dan Diplomasi Republik
Saat Republik masih seumur jagung, Soedarpo terlibat banyak sekali usaha diplomasi dalam dan luar negeri. Dia memang tidak terlibat pribadi di meja perundingan. Soedarpo lebih banyak ditugaskan Sjahrir sebagai kurir atau penyampai pesan politik kepada Soekarno-Hatta.
Peneliti sejarah M. Nursyam, menilai Soedarpo Sastrosatomo lebih banyak berjuang di balik layar meja perundingan. “Kalau kita mengukur secara hierarkis, kedudukan para diplomat, Soedarpo memang bukan di depan layar. Tapi dibalik layar. Kalau di depan itu kan Agus Salim, Sjahrir. Kalau diplomat Indonesia yang berperan di Amerika Serikat, ada LN Palar, kemudian Soemitro Djojohadikoesoemo, Soedjatmoko dan gres Soedarpo. Dia menghubungkan orang-orang, isu dll. Dalam beberapa kasus dia diminta bolak balik Jakarta-AS. Untuk mengkoordinasikan dan membawa isu yang penting dalam proses diplomasi, ”papar alumnus Sejarah UGM ini.
Dalam biografinya, Soedarpo kepada Rosihan Anwar bercerita wacana kiprahnya dalam Perundingan Linggarjati 1947. Ini yaitu sebuah negosiasi yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. “Di samping para menteri dalam kabinet Sjahrir yang ditunjuk sebagai delegasi resmi dalam negosiasi dengan pihak Belanda, Sjahrir sebagai Perdana Menteri acapkali menugasi beberapa orang yang bersahabat kepadanya dan kader kader pilihannya guna membantunya secara non formal. Saya ketika itu menjadi kurir politik yang menghubungkan Sjahrir di Jakarta dengan dwitunggal Soekarno-Hatta di Yogya. Semua pasal perjanjian yang sedang dibahas oleh kedua delegasi harus diketahui oleh dwitunggal, dikonsultasikan kepada mereka.”
Diplomat di Negeri Paman Sam
Dari meja negosiasi di tanah air, karir diplomasi Soedarpo berlanjut ke New York, Amerika Serikat. Menurut Rosihan Anwar pada 1948 bersama LN Palar, Soemitro dan Soedjatmoko, Soedarapo ditugaskan di Kedutaan Besar Republik Indonesia. Dia ditunjuk sebagai atase pers.
Di negeri Paman Sam, Soedarpo dan Soemitro meminta proteksi pemerintah Amerika atas kedaulatan Indonesia. Sementara LN Palar dan Soedjatmoko mencari proteksi internasional melalui sidang umum Perserikatan Bangsa Bangsa. Agenda sidang membicarakan aksi militer Belanda kedua terhadap Indonesia. Aksi militer Belanda di wilayah Yogyakarta tersebut diklaim sebagai bentuk ketidakberdayaan Indonesia. Dalam sidang itu delegasi Indonesia ingin membuktikan klaim Belanda tak benar adanya. Ini dibuktikan lewat keberhasilan Tentara Nasional Indonesia menduduki Yogyakarta selama 6 jam.
PBB kemudian mengeluarkan Resolusi 28 Januari 1949 bagi Negara Serikat Indonesia dan Belanda. Salah satu isi resolusi, mengultimatum Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia paling lambat 1 Juli 1950. Atas kesepakatan Palar, Soemitro, Soedjatmoko, dan Soedarpo ditugaskan menemui Soekarno. Soedarpo yang dikenal sebagai kurir politik dipercaya sanggup memberikan isi resolusi PBB. Soekarno dan Hatta kala itu tengah ditahan Belanda di Pulau Bangka, Sumatera. Perjalanan Soedarpo menemui keduanya tak gampang karena Jakarta sudah dikuasai Belanda.
Mundur sebagai Diplomat
Selanjutnya lewat Perundingan Roem-Royen pada 1949, ibukota negara Republik Indonesia Indonesia kembali ke Yogyakarta dan Soekarno-Hatta dibebaskan dari pengasingan. Setelah persetujuan itu ditandatangaini, Soedarpo ditugaskan kembali ke Kedutaan Besar Indonesia Amerika Serikat. Kali ini Soedarpo menempati pos barunya di Washington dengan Dubes Ali Sastroamidjojo.
Namun ia tak usang bertugas . Menjelang 1950 Soedarpo mengajukan permohonan berhenti dari kiprah diplomatik. Soedarpo mengaku tak cocok bekerja sama dengan Ali Sastroamidjojo. Setelah meninggalkan dunia diplomat, Soedarpo Sastrosatomo terjun ke bisnis kapal, hingga menerima julukan Raja Kapal Indonesia. (Fik) (Sumber: http://sejarah.kompasiana.com)
Kisah orang sukses berwirausaha ini kini perusahaannya Samudera Indonesia Group telah berkibar kencang di dunia perbisnisan Indonesia. Sekarang Samudera Indonesia Group yaitu perusahaan transportasi terpadu yang mempunyai anak perusahaan yang bergerak di bidang operator kapal niaga baik regional maupun domestik, terminal operator, pergudangan, logistik, transportasi darat, keagenan dan sebagainya. Itulah Gambaran perjalanan sang pengusaha sekaligus diplomat. Ia berusaha gentar dalam menghadapi cobaan yang menerpanya. Hanya kesabaran dan kerja keraslah yang sanggup mendorong dirinya berhasil dalam meraih cita-cita. Ketekunan, ulet, pantang mengalah dan kepiawaiannya dalam menekuni bisnis merupakan perilaku yang terpancar dari seorang Soedarpo Sastrosatomo dalam meraih kesuksesan.
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan kalian semua.
Silahkan tinggalkan komentar anda dengan baik dan sopan.
Silahkan berikan saran dan kritik untuk membangun blog ini jauh lebih baik.
terimakasih