Wayang kulit merupakan salah satu seni budaya masyarakat Jawa, yang hingga kini tetap bertahan di tengah derasnya infiltrasi budaya abnormal yang menempel pada perubahan masyarakat di kehidupan modern. Kini, negara-negara tertentu ibarat Malaysia, Brunwi Darussalam, Jepang Belanda dan Amerika Serikat mulai mengagumi wayang sebagai seni dekoratif. Kenyataan inilah yang ditangkap oleh seorang perajin wayang kulit asal Nganjuk, Suyoto sehingga masih tetap bertahan hingga kini.
Menjadi perajin wayang kulit di tengah modernisasi dan derasnya arus budaya global tidaklah mudah. Walaupun pasar terbuka, minimnya tenaga perajin menjadi hambatan yang serius. Kiatnya menghimpun pelukis kampung yang awalnya ditugasi menjadi pewarna kerajinan wayang yang ia buat, ternyata sukses mengatasi persoalan usahanya. Itulah sekelumit dongeng Suyoto, perajin wayang kulit yang sukses hingga omzet usahanya mencapai puluhan juta sebulan.
Hasil olah tangannya itu, bisa menembus pasar negara-negara tersebut di tas, meskipun pasar lokal masih tetap digarapnya hingga kini. “Saya menekuni perjuangan ini semenjak 13 tahun lalu,” ujar bapak dua anak ini.
Diakuinya, menjadi perajin ibarat kini ini memerlukan proses panjang dan harus bisa bertahan dari banyak sekali macam halangan dan rintangan. Dia menyebutkan, faktor pasar harus diperhatikan meski ada faktor lain yang juga dihentikan diremehkan, ibarat materi baku dan modal.
Pasar menjadi faktor utama untuk memutar modal dan laba bisa dikalkulasi. Oleh sebab itu, ia mengaku mati-matian untuk merintis pasar. Pria berumur 45 tahun itu memulai usahanya dengan merintis pasar lokal, Bojonegoro, Jombang, Surabaya, Jakarta dan Kalimantan.
Untuk bisa menembus pasar, Suyoto memang harus kreatif. Jika awalnya hanya terpaku pada seni kerajian wayang kulit, ia harus menyebarkan pada bentuk yang lain, ibarat menciptakan hiasan dinding, kaligrafi, hingga banyak sekali macam bentuk lainnya sesuai pesaanan. Tapi semua itu berbahan dasar kulit.
“Apapun ajakan pemesan akan kami buatkan sebagus mungkin, jikalau kami terpaku pada pembuatan tokoh pewayangan, kami tidak akan bisa bertahan, terus berinovasi untuk menjawab tuntutan pasar,” terang Suyoto.
Namun untuk pasar luar negeri paling digemari memesan tokoh-tokoh pewayangan sebab unsur filosofinya dan kesan klasiknya. “Awalnya, ada seorang teman yang kenal dengan turis. Dia mengajaknya ke rumah, melihat itu turis asal Belanda membeli tokoh Krisna dan dibawa pulang ke negaranya,” katanya.
Sejak itulah, ia sering mendapat pesanan meskipun hanya satu atau dua tokoh pewayangan. Meskipun ongkos kirimnya lebih besar dari harga satuan wayang tetap dilayani. Harapannya menjadi cikal bakal menembus pasar luar negeri. Dan ternyata benar, semenjak tahun 2002 ia mendapat pesanan dalam jumlah yang tidak mengecewakan banyak.
Persoalan yang terus dihadapi ialah materi baku, sebab harus pontang-panting mencari kulit sebagai materi baku utamanya. “Kadang saya harus tiba ke rumah jagal binatang untuk memesan kulit sapi untuk materi bakunya,” katanya. Kadang saya harus berebut dengan pedagang kerupuk rambak dan cecek, tambahnya sambil tersenyum.
Sumber : bacaartikelbisnis.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan kalian semua.
Silahkan tinggalkan komentar anda dengan baik dan sopan.
Silahkan berikan saran dan kritik untuk membangun blog ini jauh lebih baik.
terimakasih