Meraih kesuksesan bisnis sanggup lewat banyak cara. Salah satunya agresi nekat menyerupai yang dilakukan Andika Lubis. Tanpa bekal, ia pergi ke Amerika Serikat. Kini perusahaan yang ia bangkit sukses besar mencatat omzet hingga Rp 400 juta per bulan.
Banyak pengusaha yang sukses meski tanpa modal besar. Salah satunya yakni Andika Rama Lubis. Pria lulusan Arsitektur Institut Teknologi Nasional Bandung ini lebih banyak memulai bisnisnya dengan modal nekat. Toh, kenekatan itu menggiringnya menjadi pengusaha muda beromzet Rp 5 miliar per tahun.
Saat ini, lewat bendera Eprodeco, Andika berhasil menjadi dekorator tepercaya sejumlah pengelola mal besar di Jakarta. Kliennya mulai dari Plaza Indonesia, hingga perusahaan besar macam Panasonic dan XL Axiata. Satu proyek dekorasi sanggup bernilai hingga Rp 300 juta.
Tak hanya dekorasi, lewat induk perjuangan PT Andrafa Abiatama, Andika juga menyediakan one stop shopping desain kreatif, printing, merchandise, dekorasi, dan event organizer. Sejak pertama kali didirikan pada 2008, klien Andrafa sudah mencapai ratusan perusahaan. Kebanyakan mereka memanfaatkan jasa Andrafa pada kegiatan peluncuran produk.
Dari kecil, Andika yang lahir di Kinabalu, pada 18 September 1974, memang pekerja keras. Ayah ibunya selalu menekankan untuk berusaha mendapat apa yang diinginkannya. “Kalau mau mainan, saya harus beli sendiri dari hasil tabungan, ditambah uang ayah sedikit,” kenang Dika, begitu ia disapa.
Demikian pula dikala kuliah. Lantaran perjuangan ayahnya di bidang desain interior gulung tikar terimbas krisis moneter pada 1998, Dika harus pontang-panting mencari biaya perhiasan kuliah dengan bekerja serabutan. Beruntung, kala itu Citibank mengatakan kegiatan kartu kredit untuk mahasiswa. Ia menjadi biro penjualnya. Keuntungannya lumayan. “Bisa buat nambah-nambah uang kuliah,” ujarnya. Prinsip kerja keras itu menempa Dika menjadi tidak gampang mengalah dan berani mengejar mimpi. Selulus kuliah, ia sempat bekerja di satu perusahaan. Tapi, tak seberapa lama, ia memutuskan mundur karena ingin ingin menimba ilmu dan mendapat pengalaman kerja di Amerika Serikat (AS).
Dengan bermodal sumbangan dari sang nenek sebesar Rp 10 juta untuk membeli tiket, Andika nekat pergi ke AS. Padahal, dikala itu situasi tengah genting sehabis terjadi bencana WTC 11/9. Beruntung, ia lolos di pembuatan visa turis hingga manajemen di bandara. Karena hanya berbekal uang 100 dollar AS dari pamannya, ia terpaksa tidak makan dikala pesawat transit di Singapura dan Jepang.
Sesampai di AS, Dika menyambangi tantenya untuk menumpang hidup. Lantaran hanya menumpang, ia tak berani meminta uang lebih. Ia memutuskan mencari pekerjaan. Peluang termudah yakni menjadi loper koran. Kebetulan, ada seorang loper koran bersahabat daerah tinggal tantenya mempercayakan pekerjaannya ke Dika. Saban dini hari, Dika mengantarkan koran dengan meminjam kendaraan beroda empat sang tante. Upah mengantar koran lumayan. Dalam dua minggu, ia mendapat bayaran 1.500 dollar AS. Tak hingga dua bulan, ia sanggup bayar utang ke neneknya.
Hidup Dika juga banyak ditopang oleh belas kasih orang lain. Selama belum mempunyai visa kerja, ia ditolong seorang warga China-Amerika. “Saya memakai ID ia selama bekerja,” ujarnya.
Tidur cuma dua jam, Singkat cerita, Dika mendaftarkan diri untuk mendapat visa pelajar. Ia ingin kuliah di universitas swasta di bidang manajemen bisnis. Tak disangka, ia diterima. Sembari kuliah, Dika menambah jam kerjanya dengan menjadi penjaga toko, mulai dari pukul 16.00 hingga pukul 22.00. Ia tidur selama dua jam, lantas mulai pukukl 24.00 hingga pukul 06.00 mulai mengantar koran. Ia melanjutkan waktunya untuk kuliah mulai pukul 7.00 pagi hingga pukul 13.00 siang. “Saya melaksanakan rutinitas itu selama empat tahun,” ujar Dika.
Pada tahun 2003, ada kabar sedih tiba dari Indonesia. Ayahnya meninggal dunia alasannya yakni sakit. Ibunya memanggil pulang Dika. Ia harus menggantikan sang ayah sebagai tulang punggung keluarga. Dengan berat hati, Dika meninggalkan dingklik kuliah dan memulai perjuangan dari nol di Indonesia. Usaha pertamanya yakni membangun creative design dan event organizer bersama seorang teman. Usaha itu sempat sukses dan berhasil membukukan omzet hingga Rp 2 miliar per tahun. Sayang, karena ada konflik internal, Dika memutuskan keluar.
Bermodal uang tabungan, bersama sang istri, Rany Fauziah Pospos, yang dinikahinya pada tahun 2005, Dika membangun perjuangan tandingan. Lewat bendera Andrafa Abiatama, ia mulai mendapat aneka proyek. “Pertama, saya dipercaya Panasonic menyediakan aneka merchandise dan produkprinting,” kata Dika.
Dika juga menggarap dekorasi mal dan interior apartemen. Sejumlah apartemen di Jakarta pernah mendapat sentuhan desain Andika. Kini, ia tengah bernegosiasi membangun dekorasi panggung kegiatan sirkus. “Nilainya mencapai Rp 700 juta alasannya yakni panggungnya harus berpengaruh dinaiki gajah,” kata Dika.
Sumber : usahasatriamandala.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan kalian semua.
Silahkan tinggalkan komentar anda dengan baik dan sopan.
Silahkan berikan saran dan kritik untuk membangun blog ini jauh lebih baik.
terimakasih