Karyadi yaitu sosok sederhana. Ia berkacamata minus. Ia lebih sering bercelana pendek, bahkan ketika ada tamu ke rumah kontrakan yang dijadikan gudang untuk produknya. Namun, juragan keripik tahu itu kini tiap hari erat dengan laptop dan printer. Peralatan itulah yang dipakai untuk penunjang pekerjaannya selama ini. “Tamu mau pesan keripik tahu,” begitu ujar laki-laki berjulukan lengkap Karyadi (38), warga Kampung Trunan, Kota Magelang, Jawa Tengah, ini.
Menerima tamu yang memesan produknya kini menjadi kesibukan sehari-hari bapak dua anak ini. Setiap hari selalu ada konsumen yang memesan. Kini, hampir di seluruh tempat yang menjual buah tangan di Pulau Jawa ada keripik tahu buatannya. Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan ketika awal beliau merintis perjuangan ini. Keripik yang diberi nama dari adonan nama dirinya dan istrinya, Yuli Siswanti-Karyadi (Yuka) ini mulai dirintisnya semenjak Oktober 2004. Karyadi dan keluarganya tinggal di Kampung Trunan, asal istrinya. Kampung ini populer dengan pusat produksi tahunya. Namun, alasannya pengolahan dan pemasarannya masih dilakukan tradisional, tahu produksi kampung tersebut tidak begitu dikenal di luar daerah.
Tahu buatan mereka hanya dijual di Pasar Gotong Royong, beberapa meter dari kampung tersebut. Daya tahan tahu ini mengakibatkan salah satu alasan mereka tidak memasarkan produk mereka ke luar daerah. “Tahu biasanya hanya bertahan selama dua hari, jarak menjadi salah satu pertimbangan untuk pemasarannya,” ujarnya.
Setelah memperlajari seluk-beluk tahu, ia mencoba bereksperimen. Ketika itu, ia habiskan honor dari sebuah persewaan komputer untuk melaksanakan uji coba. Selama delapan bulan ia survei di pasar tradisional. “Saya keluar masuk pasar, melaksanakan survei sendiri,” kata Karyadi. Baru pada bulan ke-13, ia menemukan formula yang cocok. Tahu dibuat bulat, digoreng, kemudian dipotong dan digoreng lagi dengan bumbu hingga menjadi keripik.
Inovasinya ini tidak eksklusif disambut baik di pasaran. Bahkan tidak jarang yang ia dicemooh pemilik toko yang akan dititipi. “Ada yang bilang anjingnya pun tidak doyan makan masakan menyerupai ini,” kata Karyadi mengingat saat-saat sulit memperkenalkan keripik tahunya.
Istri dan keluarganya pun hampir frustasi mendampingi usahanya tersebut alasannya tidak kunjung laris dan tidak untung dijual. “Saya tetap tidak putus asa. Saya terus melaksanakan eksperimen hingga benar-benar memperoleh keripik tahu yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat,” katanya. Pada ketika bersamaan, beliau terjerat utang ke rentenir. Awalnya, ia pinjam uang Rp 4 juta dari rentenir. “Itu saat-saat sulit. Saya tidak pernah bisa mengambalikan utang alasannya bunganya sangat tinggi, 10 persen per bulan. Saya benar-benar kapok,” kenangnya.
Hingga tahun kedua, usahanya mulai stabil. Pesanan dari luar kota mulai tiba sendiri. Setelah itu, istrinya juga mengikuti jejak suaminya, meninggalkan pekerjaan dan fokus pada wirausaha mereka. Namun, tentangan gres mulai bermunculan, bahkan berani menjual jauh lebih murah. Pria yang pernah mendapatkan penghargaan dari pemerintah kota sebagai penemu keripik itu tetap bertahan.
Ia lebih mengoptimalkan manajerial dalam pengelolaan usahanya, sembari bertahan dengan harga dan lebih memaksimalkan kualitas. “Akhrinya banyak produsen yang bangkrut alasannya biaya produksi tidak sesuai hasil yang diperoleh,” ujarnya. Keripiknya berhasil bertahan hingga sekarang, bahkan sempat kewalahan mendapatkan pesanan.
Omzetnya kini mencapai Rp 200 juta per bulan. Harga per bal atau 2,5 kg sebesar Rp 64.000 untuk grosir. Harga konsumen Rp 64.000. Usahanya kini sudah maju. Dia pun berhasil mendirikan toko untuk memajang produknya dan aneka produk buah tangan khas Magelang.
Sedangkan untuk berusaha mencukupi pesanan, beliau mendirikan pabrik seluas 200 meter. Ia juga bisa beli mesin pembuat tahu seharga Rp 120 juta. “Insya Allah pabrik tersebut sebentar lagi bisa berproduksi,” terangnya.
Hasil jerih payahnya tersebut juga menerima perhatian dari pemkot Magelang. Berdasarkan evaluasi dan penentuan pemenang penyelenggaraan dan penjaringan kreativitas dan penemuan masyarakat (KREANOVA) tingkat Kota Magelang, pada 25 Agustus 2009, ia mendapatkan akta penghargaan sebagai penemu/pelopor keripik tahu.
Penghargaan itu diberikan eksklusif Wali Kota Magelang yang ketika itu dijabat Fahriyanto. Karyadi pun mencicipi gurihnya bisnis keripik tahu.
Sumber : wirasmada.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan kalian semua.
Silahkan tinggalkan komentar anda dengan baik dan sopan.
Silahkan berikan saran dan kritik untuk membangun blog ini jauh lebih baik.
terimakasih