Kita sebagai masyarakat Indonesia niscaya pernah bertanya, bergotong-royong kenapa mata uang Negara kita berjulukan Rupiah, bagaimana sejarah dan ceritnya sehingga pemerintah memutuskan nama Rupiah sebagai nama mata uang bangsa Indonesia.Berikut ini dongeng singkat sejarah terbentuknya nama Rupiah terhadap mata uang Negara Indonesia.
Pemerintah memandang perlu mengeluarkan mata uang sendiri selain berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah juga dijadikan lambing utama Negara yang sudah merdeka. Perkataan “rupiah” berasal dari perkataan “Rupee”, satuan mata uang India. Indonesia telah memakai mata uang Gulden Belanda dari tahun 1610 sampai 1817. Setelah tahun 1817, dikenalkan mata uang Gulden Hindia Belanda.
Mata uang rupiah pertama kali diperkenalkan secara resmi pada waktu Pendudukan Jepang sewaktu Perang Dunia ke-2, dengan nama rupiah Hindia Belanda. Setelah berakhirnya perang, Bank Jawa (Javaans Bank, selanjutnya menjadi Bank Indonesia) memperkenalkan mata uang rupiah jawa sebagai pengganti.
Mata uang gulden NICA yang dibentuk oleh Sekutu dan beberapa mata uang yang dicetak kumpulan gerilya juga berlaku pada masa itu.Tepatnya pada tanggal 2 November 1949 merupakan hari ditetapkannya rupiah sebagai mata uang resmi Negara Indonesia dan mata uang rupiah dicetak serta diatur pengunaannya oleh Bank Indonesia. Walaupun ketika itu Kepulauan Riau dan Irian Barat mempunyai variasi rupiah mereka sendiri tetapi penggunaan mereka dibubarkan pada tahun 1964 di Riau dan 1974 di Irian Barat.
Rupiah merupakan mata uang yang boleh ditukar dengan bebas tetapi didagangkan dengan pinalti disebabkan kadar inflasi yang tinggi . Mata Uang Baru dalam sejarah nilai uang fungsi dan jenis jenis uang serta pembuatannya ternyata mengalami banyak dongeng dan sejarah yang panjang di negara indonesia Keadaan ekonomi di Indonesia pada awal kemerdekaan ditandai dengan hiperinflasi jawaban peredaran beberapa mata uang yang tidak terkendali, sementara Pemerintah Republik Indonesia belum mempunyai mata uang. Ada tiga mata uang yang dinyatakan berlaku oleh pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945, yaitu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda, dan mata uang De Javasche Bank.
Diantara ketiga mata uang tersebut yang nilai tukarnya mengalami penurunan tajam ialah mata uang Jepang. Peredarannya mencapai empat milyar sehingga mata uang Jepang tersebut menjadi sumber hiperinflasi. Lapisan masyarakat yang paling menderita ialah petani, lantaran merekalah yang paling banyak menyimpan mata uang Jepang.
Kekacauan ekonomi jawaban hiperinflasi diperparah oleh kebijakan Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) Letjen Sir Montagu Stopford yang pada 6 Maret 1946 mengumumkan pemberlakuan mata uang NICA di seluruh wilayah Indonesia yang telah diduduki oleh pasukan AFNEI. Kebijakan ini diprotes keras oleh pemerintah Republik Indonesia , lantaran melanggar persetujuan bahwa masing-masing pihak dihentikan mengeluarkan mata uang gres selama belum adanya penyelesaian politik. Namun protes keras ini diabaikan oleh AFNEI. Mata uang NICA digunakan AFNEI untuk membiayai operasi-operasi militernya di Indonesia dan sekaligus mengacaukan perekonomian nasional, sehingga akan muncul krisis kepercayaan rakyat terhadap kemampuan pemerintah Republik Indonesia dalam mengatasi perkara ekonomi nasional.
Karena protesnya tidak ditanggapi, maka pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan yang melarang seluruh rakyat Indonesia memakai mata uang NICA sebagai alat tukar. Langkah ini sangat penting lantaran peredaran mata uang NICA berada di luar kendali pemerintah RI, sehingga menyulitkan perbaikan ekonomi nasional. Oleh lantaran AFNEI tidak mencabut pemberlakuan mata uang NICA, maka pada tanggal 26 Oktober 1946 pemerintah Republik Indonesia memberlakukan mata uang gres ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai alat tukar yang sah di seluruh wilayah Republik Indonesia . Sejak ketika itu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche Bank dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian hanya ada dua mata uang yang berlaku yaitu ORI dan NICA. Masing-masing mata uang hanya diakui oleh yang mengeluarkannya. Makara ORI hanya diakui oleh pemerintah Republik Indonesia dan mata uang NICA hanya diakui oleh AFNEI. Rakyat ternyata lebih banyak memperlihatkan sumbangan kepada ORI. Hal ini mempunyai pengaruh politik bahwa rakyat lebih berpihak kepada pemerintah Republik Indonesia dari pada pemerintah sementara NICA yang hanya didukung AFNEI.
Untuk mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing yang ada di Indonesia, pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 1 November 1946 mengubah Yayasan Pusat Bank pimpinan Margono Djojohadikusumo menjadi Bank Negara Indonesia (BNI). Beberapa bulan sebelumnya pemerintah juga telah mengubah bank pemerintah pendudukan Jepang Shomin Ginko menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Tyokin Kyoku menjadi Kantor Tabungan Pos (KTP) yang berubah nama pada Juni 1949 menjadi Bank tabungan Pos dan akibatnya di tahun 1950 menjadi Bank Tabungan Negara (BTN). Semua bank ini berfungsi sebagai bank umum yang dijalankan oleh pemerintah Republik Indonesia . Fungsi utamanya ialah menghimpun dan menyalurkan dana atau uang masyarakat serta pemberi jasa di dalam kemudian lintas pembayaran.
Jauh sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara telah menjadi pusat perdagangan internasional. Sementara di daratan Eropa muncul forum perbankan sederhana, ibarat Bank van Leening di negeri Belanda. Sistem perbankan ini kemudian dibawa oleh bangsa barat yang mengekspansi nusantara pada waktu yang sama. VOC di Jawa pada 1746 mendirikan De Bank van Leening yang kemudian menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada 1752. Bank itu ialah bank pertama yang lahir di nusantara, cikal bakal dari dunia perbankan pada masa selanjutnya. Pada 24 Januari 1828, pemerintah Hindia Belanda mendirikan bank sirkulasi dengan nama De Javasche Bank (DJB). Selama berpuluh-puluh tahun bank tersebut beroperasi dan berkembang menurut suatu oktroi dari penguasa Kerajaan Belanda, sampai akibatnya diundangkan DJB Wet 1922.
Masa pendudukan Jepang telah menghentikan acara DJB dan perbankan Hindia Belanda untuk sementara waktu. Kemudian masa revolusi tiba, Hindia Belanda mengalami dualisme kekuasaan, antara Republik Indonesia (RI) dan Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA). Perbankan pun terbagi dua, DJB dan bank-bank Belanda di wilayah NICA sedangkan “Jajasan Poesat Bank Indonesia” dan Bank Negara Indonesia di wilayah Republik Indonesia . Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 mengakhiri konflik Indonesia dan Belanda, ditetapkan kemudian DJB sebagai bank sentral bagi Republik Indonesia Serikat (RIS). Status ini terus bertahan sampai masa kembalinya Republik Indonesia dalam negara kesatuan. Berikutnya sebagai bangsa dan negara yang berdaulat, Republik Indonesia menasionalisasi bank sentralnya. Maka semenjak 1 Juli 1953 berubahlah DJB menjadi Bank Indonesia, bank sentral bagi Republik Indonesia. Krisis ekonomi Asia tahun 1998 menyebabkan nilai tukar mata uang rupiah jatuh sampai 35% dan dengan melemahnya mata uang rupiah keadaan perekonomian di Indonesia menjadi menurun.
Satuan di bawah rupiah
Rupiah mempunyai satuan di bawahnya. Pada masa awal kemerdekaan, rupiah disamakan nilainya dengan gulden Hindia Belanda, sehingga digunakan pula satuan-satuan yang lebih kecil yang berlaku di masa kolonial. Berikut ialah satuan-satuan yang pernah digunakan namun tidak lagi digunakan lantaran penurunan nilai rupiah menyebabkan satuan itu tidak bernilai penting.
Terdapat dua satuan di atas rupiah yang kini juga tidak digunakan lagi.
http://id.wikipedia.org/wiki/Rupiah
http://www.rumahuang.com/sejarah-mata-uang-indonesia/
http://www.beritaunik.net/unik-aneh/sejarah-mata-uang-indonesia-rupiah.html
Pemerintah memandang perlu mengeluarkan mata uang sendiri selain berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah juga dijadikan lambing utama Negara yang sudah merdeka. Perkataan “rupiah” berasal dari perkataan “Rupee”, satuan mata uang India. Indonesia telah memakai mata uang Gulden Belanda dari tahun 1610 sampai 1817. Setelah tahun 1817, dikenalkan mata uang Gulden Hindia Belanda.
Mata uang rupiah pertama kali diperkenalkan secara resmi pada waktu Pendudukan Jepang sewaktu Perang Dunia ke-2, dengan nama rupiah Hindia Belanda. Setelah berakhirnya perang, Bank Jawa (Javaans Bank, selanjutnya menjadi Bank Indonesia) memperkenalkan mata uang rupiah jawa sebagai pengganti.
Mata uang gulden NICA yang dibentuk oleh Sekutu dan beberapa mata uang yang dicetak kumpulan gerilya juga berlaku pada masa itu.Tepatnya pada tanggal 2 November 1949 merupakan hari ditetapkannya rupiah sebagai mata uang resmi Negara Indonesia dan mata uang rupiah dicetak serta diatur pengunaannya oleh Bank Indonesia. Walaupun ketika itu Kepulauan Riau dan Irian Barat mempunyai variasi rupiah mereka sendiri tetapi penggunaan mereka dibubarkan pada tahun 1964 di Riau dan 1974 di Irian Barat.
Rupiah merupakan mata uang yang boleh ditukar dengan bebas tetapi didagangkan dengan pinalti disebabkan kadar inflasi yang tinggi . Mata Uang Baru dalam sejarah nilai uang fungsi dan jenis jenis uang serta pembuatannya ternyata mengalami banyak dongeng dan sejarah yang panjang di negara indonesia Keadaan ekonomi di Indonesia pada awal kemerdekaan ditandai dengan hiperinflasi jawaban peredaran beberapa mata uang yang tidak terkendali, sementara Pemerintah Republik Indonesia belum mempunyai mata uang. Ada tiga mata uang yang dinyatakan berlaku oleh pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945, yaitu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda, dan mata uang De Javasche Bank.
Diantara ketiga mata uang tersebut yang nilai tukarnya mengalami penurunan tajam ialah mata uang Jepang. Peredarannya mencapai empat milyar sehingga mata uang Jepang tersebut menjadi sumber hiperinflasi. Lapisan masyarakat yang paling menderita ialah petani, lantaran merekalah yang paling banyak menyimpan mata uang Jepang.
Kekacauan ekonomi jawaban hiperinflasi diperparah oleh kebijakan Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) Letjen Sir Montagu Stopford yang pada 6 Maret 1946 mengumumkan pemberlakuan mata uang NICA di seluruh wilayah Indonesia yang telah diduduki oleh pasukan AFNEI. Kebijakan ini diprotes keras oleh pemerintah Republik Indonesia , lantaran melanggar persetujuan bahwa masing-masing pihak dihentikan mengeluarkan mata uang gres selama belum adanya penyelesaian politik. Namun protes keras ini diabaikan oleh AFNEI. Mata uang NICA digunakan AFNEI untuk membiayai operasi-operasi militernya di Indonesia dan sekaligus mengacaukan perekonomian nasional, sehingga akan muncul krisis kepercayaan rakyat terhadap kemampuan pemerintah Republik Indonesia dalam mengatasi perkara ekonomi nasional.
Karena protesnya tidak ditanggapi, maka pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan yang melarang seluruh rakyat Indonesia memakai mata uang NICA sebagai alat tukar. Langkah ini sangat penting lantaran peredaran mata uang NICA berada di luar kendali pemerintah RI, sehingga menyulitkan perbaikan ekonomi nasional. Oleh lantaran AFNEI tidak mencabut pemberlakuan mata uang NICA, maka pada tanggal 26 Oktober 1946 pemerintah Republik Indonesia memberlakukan mata uang gres ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai alat tukar yang sah di seluruh wilayah Republik Indonesia . Sejak ketika itu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche Bank dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian hanya ada dua mata uang yang berlaku yaitu ORI dan NICA. Masing-masing mata uang hanya diakui oleh yang mengeluarkannya. Makara ORI hanya diakui oleh pemerintah Republik Indonesia dan mata uang NICA hanya diakui oleh AFNEI. Rakyat ternyata lebih banyak memperlihatkan sumbangan kepada ORI. Hal ini mempunyai pengaruh politik bahwa rakyat lebih berpihak kepada pemerintah Republik Indonesia dari pada pemerintah sementara NICA yang hanya didukung AFNEI.
Untuk mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing yang ada di Indonesia, pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 1 November 1946 mengubah Yayasan Pusat Bank pimpinan Margono Djojohadikusumo menjadi Bank Negara Indonesia (BNI). Beberapa bulan sebelumnya pemerintah juga telah mengubah bank pemerintah pendudukan Jepang Shomin Ginko menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Tyokin Kyoku menjadi Kantor Tabungan Pos (KTP) yang berubah nama pada Juni 1949 menjadi Bank tabungan Pos dan akibatnya di tahun 1950 menjadi Bank Tabungan Negara (BTN). Semua bank ini berfungsi sebagai bank umum yang dijalankan oleh pemerintah Republik Indonesia . Fungsi utamanya ialah menghimpun dan menyalurkan dana atau uang masyarakat serta pemberi jasa di dalam kemudian lintas pembayaran.
Jauh sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara telah menjadi pusat perdagangan internasional. Sementara di daratan Eropa muncul forum perbankan sederhana, ibarat Bank van Leening di negeri Belanda. Sistem perbankan ini kemudian dibawa oleh bangsa barat yang mengekspansi nusantara pada waktu yang sama. VOC di Jawa pada 1746 mendirikan De Bank van Leening yang kemudian menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada 1752. Bank itu ialah bank pertama yang lahir di nusantara, cikal bakal dari dunia perbankan pada masa selanjutnya. Pada 24 Januari 1828, pemerintah Hindia Belanda mendirikan bank sirkulasi dengan nama De Javasche Bank (DJB). Selama berpuluh-puluh tahun bank tersebut beroperasi dan berkembang menurut suatu oktroi dari penguasa Kerajaan Belanda, sampai akibatnya diundangkan DJB Wet 1922.
Masa pendudukan Jepang telah menghentikan acara DJB dan perbankan Hindia Belanda untuk sementara waktu. Kemudian masa revolusi tiba, Hindia Belanda mengalami dualisme kekuasaan, antara Republik Indonesia (RI) dan Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA). Perbankan pun terbagi dua, DJB dan bank-bank Belanda di wilayah NICA sedangkan “Jajasan Poesat Bank Indonesia” dan Bank Negara Indonesia di wilayah Republik Indonesia . Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 mengakhiri konflik Indonesia dan Belanda, ditetapkan kemudian DJB sebagai bank sentral bagi Republik Indonesia Serikat (RIS). Status ini terus bertahan sampai masa kembalinya Republik Indonesia dalam negara kesatuan. Berikutnya sebagai bangsa dan negara yang berdaulat, Republik Indonesia menasionalisasi bank sentralnya. Maka semenjak 1 Juli 1953 berubahlah DJB menjadi Bank Indonesia, bank sentral bagi Republik Indonesia. Krisis ekonomi Asia tahun 1998 menyebabkan nilai tukar mata uang rupiah jatuh sampai 35% dan dengan melemahnya mata uang rupiah keadaan perekonomian di Indonesia menjadi menurun.
Satuan di bawah rupiah
Rupiah mempunyai satuan di bawahnya. Pada masa awal kemerdekaan, rupiah disamakan nilainya dengan gulden Hindia Belanda, sehingga digunakan pula satuan-satuan yang lebih kecil yang berlaku di masa kolonial. Berikut ialah satuan-satuan yang pernah digunakan namun tidak lagi digunakan lantaran penurunan nilai rupiah menyebabkan satuan itu tidak bernilai penting.
- sen, seperseratus rupiah (ada koin potongan satu dan lima sen)
- cepeng, hepeng, seperempat sen, dari feng, digunakan di kalangan Tionghoa
- peser, setengah sen • pincang, satu setengah sen • gobang atau benggol, dua setengah sen
- ketip/kelip/stuiver (Bld.), lima sen (ada koin pecahannya)
- picis, sepuluh sen (ada koin pecahannya)
- tali, seperempat rupiah (25 sen, ada koin potongan 25 dan 50 sen) Terdapat pula satuan uang, yang nilainya ialah sepertiga tali.
Terdapat dua satuan di atas rupiah yang kini juga tidak digunakan lagi.
- ringgit, dua setengah rupiah (pernah ada koin pecahannya)
- kupang, setengah ringgit
http://id.wikipedia.org/wiki/Rupiah
http://www.rumahuang.com/sejarah-mata-uang-indonesia/
http://www.beritaunik.net/unik-aneh/sejarah-mata-uang-indonesia-rupiah.html
1 komentar:
numpang promo ya gan
kami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan kalian semua.
Silahkan tinggalkan komentar anda dengan baik dan sopan.
Silahkan berikan saran dan kritik untuk membangun blog ini jauh lebih baik.
terimakasih