Rabu, 22 Mei 2019

Inilah Nyonya Meneer


Nyonya Meneer, perempuan keturunan Tionghoa kelahiran Sidoarjo tahun 1895 ini terlahir sebagai Lauw Ping Nio. Nama Meneer yang disandangnya bukan lantaran ia ialah istri seorang meneer Belanda, melainkan berasal dari nama beras menir, yaitu sisa butir halus penumbukan padi. Saat masih berada dalam kandungan, ibunya mengidam dan memakan beras ini sehingga anak ketiga dari lima bersaudara ini lalu diberi nama Menir. Karena efek bahasa Belanda, kata menir alhasil ditulis menjadi "Meneer".

Meneer lalu menikah dengan seorang laki-laki asal Surabaya berjulukan Ong Bian Wan. Setelah menikah, ia diboyong sang suami pindah ke Semarang, Jawa Tengah. Di awal abad-20, rakyat Indonesia berada di masa-masa yang amat memprihatinkan jawaban perlakuan kejam pemerintah kolonial Belanda. Suami Nyonya Meneer pun tak luput menjadi korbannya, ia jatuh sakit dan sulit sembuh. Namun justru ketika berada di tengah keterbatasan dan keprihatinan itulah, Nyonya Meneer menerangkan talenta dan kepiawaiannya meracik jamu. Ternyata ramuan itu mujarab padahal banyak sekali pengobatan tidak bisa memulihkan kondisi suami tercinta.

Setelah suaminya berhasil sembuh, ia semakin bersemangat untuk mengasah dan mempraktikan ilmu dan pengetahuan meracik jamu yang merupakan warisan dari orang tuanya. Nyonya Meneer yang ringan tangan dan sangat peduli pada orang-orang di sekitarnya ini dengan bahagia hati meracik jamu untuk keluarga, tetangga, kerabat maupun masyarakat sekitar yang demam, sakit kepala, masuk angin dan banyak sekali penyakit ringan lainnya. Sebagian besar dari mereka mengaku puas sehabis mencicipi khasiat jamu buatan Nyonya Meneer.

Seiring berjalannya waktu, Meneer semakin percaya diri meramu rempah-rempah dan tanaman mempunyai kegunaan lainnya. Perlahan namun pasti, jamu racikannya mulai merambah ke kota-kota lain di sekitar Semarang. Semakin banyak pula undangan yang tiba padanya untuk mengantarkan sendiri jamu racikannya itu. Kesibukan Nyonya Meneer di dapur tidak memungkinkan untuk memenuhi undangan itu. Dengan berat hati ia minta maaf dan sebagai gantinya, ia mencantumkan fotonya pada kemasan jamu buatannya. Tak ada yang keberatan, tak ada pula yang menerka bahwa di lalu hari, jamu dengan potret seorang 
perempuan ini begitu melegenda dan masih dipertahankan sampai sekarang sebagai simbol perusahaan.

Berbekal perabotan dapur biasa, perjuangan keluarga ini terus memperluas tempat penjualan. Hingga akhirnya, pada tahun 1919, demi mendukung kemampuan mengagumkan ibu empat anak ini dalam menolong orang lain dengan racikan jamunya yang mempunyai kegunaan tersebut, suami dan keluarganya mendukung pendirian sebuah perjuangan yang dinamai "Jamu Cap Potret Nyonya Meneer" di Semarang.

Untuk memperlihatkan pelayanan terbaik pada pelanggannya, Meneer juga membuka toko di Jalan Pedamaran 92, Semarang. Dengan sumbangan anak-anaknya, perusahaan itu terus berkembang pesat. Jamu Nyonya Meneer tercatat mulai merambah pasar Jakarta dikala putrinya yang berjulukan Nonnie pada tahun 1940 memutuskan untuk hijrah ke Jakarta dan membuka gerai Nyonya Meneer, di Jalan Juanda, Pasar Baru, yang merupakan salah satu sentra acara ekonomi. Jamu yang tadinya muncul dari keterbatasan dan keprihatinan ini pun masuk ke ibukota dan meluas sampai ke seluruh penjuru negeri.

Pada tahun 1967, Nyonya Meneer duduk sebagai 
Direktur Utama, meskipun secara formal perusahaan dipercayakan kepada salah satu putranya, Hans Ramana. Sedangkan tiga anak lainnya yakni Lucy Saerang, Marie Kalalo, dan Hans Pangemanan diangkat menjadi anggota dewan komisi perusahaan. Sementara itu, untuk model administrasi masih mengikuti model yang diajarkan sang pendiri yang berorientasi pada laba besar. Perusahaan juga masih memakai sistem pengelolaan yang sederhana dan tradisional.

Memasuki dekade 1970-an, persaingan di industri jamu mulai ketat. Banyak pesaing Nyonya Meneer yang bermunculan di pasar. Pertarungan sengit antar produsen jamu dari segi harga, peluncuran jenis produk yang serupa, sampai pertarungan untuk memperebutkan pangsa pasar terlihat sangat kentara pada masa itu. Dua perusahaan yang merupakan pesaing bergairah bagi jamu Cap Nyonya Meneer ialah PT Sido Muncul dan PT Air Mancur.

Oleh alasannya ialah itu, perusahaan Jamu Cap Nyonya Meneer yang awalnya hanya mengandalkan produk minuman jamu ibarat temulawak, abadi ayu, dan jamu habis bersalin, lambat laun mulai melaksanakan diversifikasi produk biar tidak tergilas roda persaingan usaha. Untuk memperkaya varian yang sudah ada, diciptakanlah beberapa jenis produk yang lain ibarat minyak pijat, pengharum badan, scrubb untuk mandi, bedak wajah, param, sampai buste cream. Produk perusahaan Nyonya Meneer sebagian besar merupakan produk untuk kepentingan 
wanita. Terdapat 254 merek mencakup 120 macam produk berbentuk pil, kapsul, serbuk, dan cairan dan terbagi dalam tiga jenis, untuk perawatan tubuh, kecantikan, dan penyembuhan. Semua produk itu dipasarkan ke daerah-daerah di seluruh penjuru Tanah Air. Di tangan ibu dan anak, Nyonya Meneer dan Hans Ramana, perusahaan jamu ini berkembang pesat.

Nyonya Meneer meninggal dunia di tahun 1978, menyusul kepergian putranya Hans yang meninggal terlebih dahulu pada tahun 1976. Operasional perusahaan lalu diteruskan oleh generasi ketiga yakni kelima cucu Nyonya Meneer. Keperkasaan dan kecemerlangan prestasi perusahaan yang mencapai perjuangan hampir 1 kala ini juga sempat diwarnai kisah perseteruan internal yang khas terjadi dalam sebuah perusahaan keluarga.

Konflik keluarga itu berawal di tahun 1985, dikala terjadi perseteruan di antara kelima orang cucu pewaris tahta perusahaan yang belakangan berubah nama menjadi PT. Nyonya Meneer itu. Imbasnya, ratusan karyawan kurang diperhatikan. Bahkan Cosmas Batubara, 
Menteri Tenaga Kerja dikala itu ikut turun tangan menjadi penengah. Konflik kedua terjadi semenjak tahun 1989 sampai 1994, yang berujung pelepasan saham anggota keluarga pada 1995. Kini perusahaan murni dimiliki dan dikendalikan salah satu cucu Nyonya Meneer yaitu Charles Saerang. Sedangkan keempat orang saudaranya menentukan untuk berpisah sehabis mendapatkan bab masing-masing.

Kasus perusahaan keluarga Nyonya Meneer itu lalu dibukukan sebagai studi kasus, versi bahasa Inggrisnya dipublikasikan Equinox dan dipergunakan sebagai studi masalah ilmu pemasaran dan administrasi di sejumlah universitas di Amerika. Buku yang berjudul "
bisnis Keluarga: Studi Kasus Nyonya Meneer, Sebagai Salah Satu Perusahaan Obat Tradisional di Indonesia yang Tersukses" (Family Business: A Case Study of Nyonya Meneer, One of Indonesia's Most Successful Traditional Medicine Companies) diluncurkan di Puri Agung, Hotel Sahid Jaya Jakarta bertepatan dengan perayaan 88 tahun berdirinya Perusahaan Nyonya Meneer.

Penerbitan buku yang menceritakan PT Nyonya Meneer dari perjuangan minoritas menjadi lebih banyak didominasi dan konflik yang terjadi di perusahaan keluarga ini kabarnya sempat ditentang oleh keturunan Meneer lantaran secara terang menceritakan seni administrasi pemasaran produk jamu tradisional itu sampai merambah ke banyak sekali belahan dunia.

Pada 18 Januari 1984 didirikan Museum jamu Nyonya Meneer di Semarang yang sekaligus menjadi museum jamu pertama di Indonesia. Pendirian museum ini selain ditujukan sebagai cagar budaya, juga merupakan sentra informasi, pendidikan, promosi, serta sebagai media untuk melestarikan warisan budaya tradisional, wacana jamu yang mempunyai kegunaan dimana semua bahannya didapat dari Tanah Air.



Museum yang menempati lahan seluas 150 m² ini menyimpan banyak sekali koleksi benda budaya wacana jamu serta koleksi eksklusif Nyonya Meneer berupa foto-foto dan sejarah cara pembuatan jamu dengan memakai alat-alat tradisional, ibarat lumpang dan alu, pepesan, cuwo, panel dan bothekan yakni tempat menyimpan resep orisinil ramuan jamu. Pengunjung juga sanggup menyaksikan pemutaran slide wacana tata cara proses pembuatan jamu serta sanggup mencoba Jamu Nyonya Meneer. Untuk mengunjungi museum yang dibagi menjadi dua bab ini, pengunjung tidak dipungut biaya.


Kini, PT. Nyonya Meneer telah dianggap sebagai ikon industri nasional jamu dan kosmetik tradisional terbesar dan tertua di Tanah Air. Pemasaran pun mulai dilakukan secara modern diubahsuaikan dengan perkembangan zaman. Salah satunya dengan mendirikan Meneer Cafe di Jalan Hasanuddin, Solo, yang dikala ini sudah mulai bertebaran di beberapa sentra perbelanjaan. Perusahaan tersebut juga telah melebarkan sayapnya ke pasar internasional dengan berusaha memenuhi undangan ekspor ke sejumlah negara. Pada tahun 2006, PT Nyonya Meneer berhasil memperluas pemasaran ke Taiwan sebagai bab perluasan perusahaan ke pasar luar negeri sehabis sebelumnya berhasil memasuki Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Australia, Belanda, Arab Saudi dan Amerika Serikat.

sumber : kakus

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan kalian semua.
Silahkan tinggalkan komentar anda dengan baik dan sopan.
Silahkan berikan saran dan kritik untuk membangun blog ini jauh lebih baik.
terimakasih

Baca Juga

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
close
Banner iklan   disini