Jumat, 31 Mei 2019

Inilah Eka Tjipta Wijaya (Pendiri Tjiwi Kimia)

Bersama ibu, saya ke Makassar tahun 1932 pada usia sembilan tahun. Kami berlayar tujuh hari tujuh malam. Lantaran miskin, kami hanya bisa tidur di kawasan paling jelek di kapal, di bawah kelas dek. Hendak makan kuliner enak, tak mampu. Ada uang lima dollar, tetapi tak bisa dibelanjakan, lantaran untuk ke Indonesia saja kami masih berutang pada rentenir, 150 dollar.

Tiba di Makassar, Eka kecil – masih dengan nama Oei Ek Tjhong – segera membantu ayahnya yang sudah lebih dulu tiba dan mempunyai toko kecil. Tujuannya jelas, segera mendapat 150 dollar, guna dibayarkan kepada rentenir. Dua tahun kemudian, utang terbayar, toko ayahnya maju. Eka pun minta Sekolah. Tapi Eka menolak duduk di kelas satu.

Tamat SD, ia tak bisa melanjutkan sekolahnya lantaran dilema ekonomi. Ia pun mulai jualan. Ia keliling kota Makassar, menjajakan biskuit dan kembang gula. Hanya dua bulan, ia sudah mengail keuntungan Rp. 20, jumlah yang besar masa itu. Harga beras saat itu masih 3-4 sen per kilogram. Melihat usahanya berkembang, Eka membeli becak untuk memuat barangnya.

Namun saat usahanya tumbuh subur, tiba Jepang menyerbu Indonesia, termasuk ke Makassar, sehingga usahanya hancur total. Ia menganggur total, tak ada barang impor/ekspor yang bisa dijual. Total keuntungan Rp. 2000 yang ia kumpulkan susah payah selama beberapa tahun, habis dibelanjakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Di tengah keinginan yang nyaris putus, Eka mengayuh sepeda bututnya dan keliling Makassar. Sampailah ia ke Paotere (pinggiran Makassar, kini salah satu pangkalan bahtera terbesar di luar Jawa). Di situ ia melihat betapa ratusan tentara Jepang sedang mengawasi ratusan tawanan pasukan Belanda. Tapi bukan tentara Jepang dan Belanda itu yang menarik Eka, melainkan tumpukan terigu, semen, gula, yang masih dalam keadaan baik. Otak bisnis Eka segera berputar. Secepatnya ia kembali ke rumah dan mengadakan persiapan untuk membuka tenda di bersahabat lokasi itu. Ia merencanakan menjual kuliner dan minuman kepada tentara Jepang yang ada di lapangan kerja itu.

Keesokan harinya, masih pukul empat subuh, Eka sudah di Paotere. Ia membawa serta kopi, gula, kaleng bekas minyak tanah yang diisi air, panggangan kecil berisi arang untuk menciptakan air panas, cangkir, sendok dan sebagainya. Semula alat itu ia pinjam dari ibunya. Enam ekor ayam ayahnya ikut ia pinjam. Ayam itu dipotong dan dibikin ayam putih gosok garam. Dia juga pinjam satu botol wiskey, satu botol brandy dan satu botol anggur dari teman-temannya.
Jam tujuh pagi ia sudah siap jualan. Benar saja, pukul tujuh, 30 orang Jepang dan tawanan Belanda mulai tiba bekerja.

Tapi hingga pukul sembilan pagi, tidak ada pengunjung. Eka memutuskan mendekati bos pasukan Jepang. Eka mentraktir si Jepang makan minum di tenda. Setelah merasakan seperempat ayam komplit dengan kecap cuka dan bawang putih, minum dua teguk whisky gratis, si Jepang bilang joto. Setelah itu, semua anak buahnya dan tawanan diperbolehkan makan minum di tenda Eka. Tentu saja ia minta izin mengangkat semua barang yang sudah dibuang.
Segera Eka mengerahkan belum dewasa sekampung mengangkat barang-barang itu dan membayar mereka 5 – 10 sen. Semua barang diangkat ke rumah dengan becak. Rumah berikut halaman Eka, dan setengah halaman tetangga penuh terisi segala macam barang. Ia pun bekerja keras menentukan apa yang sanggup digunakan dan dijual. Terigu misalnya, yang masih baik dipisahkan. Yang sudah keras ditumbuk kembali dan dirawat hingga sanggup digunakan lagi. Ia pun berguru bagaimana menjahit karung.

Karena waktu itu keadaan perang, maka suplai materi bangunan dan barang keperluan sangat kurang. Itu sebabnya semen, terigu, arak Cina dan barang lainnya yang ia peroleh dari puing-puing itu menjadi sangat berharga. Ia mulai menjual terigu. Semula hanya Rp. 50 per karung, kemudian ia menaikkan menjadi Rp. 60, dan risikonya Rp. 150. Untuk semen, ia mulai jual Rp. 20 per karung, kemudian Rp. 40.

Kala itu ada kontraktor hendak membeli semennya, untuk menciptakan kuburan orang kaya. Tentu Eka menolak, alasannya berdasarkan ia ngapain jual semen ke kontraktor? Maka Eka pun kemudian menjadi kontraktor pembuat kuburan orang kaya. Ia bayar tukang Rp. 15 per hari ditambah 20 persen saham kosong untuk mengadakan kontrak pembuatan enam kuburan mewah. Ia mulai dengan Rp. 3.500 per kuburan, dan yang terakhir membayar Rp. 6.000. Setelah semen dan besi beton habis, ia berhenti sebagai kontraktor kuburan.
Demikianlah Eka, berhenti sebagai kontraktor kuburan, ia berdagang kopra, dan berlayar berhari-hari ke Selayar (Selatan Sulsel) dan ke sentra-sentra kopra lainnya untuk memperoleh kopra murah.

Eka mereguk keuntungan besar, tetapi mendadak ia nyaris gulung tikar lantaran Jepang mengeluarkan peraturan bahwa jual beli minyak kelapa dikuasai Mitsubishi yang memberi Rp. 1,80 per kaleng. Padahal di pasaran harga per kaleng Rp. 6. Eka rugi besar.

Ia mencari peluang lain. Berdagang gula, kemudian teng-teng (makanan khas Makassar dari gula merah dan kacang tanah), wijen, kembang gula. Tapi saat mulai berkibar, harga gula jatuh, ia rugi besar, modalnya habis lagi, bahkan berutang. Eka harus menjual kendaraan beroda empat jip, dua sedan serta menjual pemanis keluarga termasuk cincin kimpoi untuk menutup utang dagang.
Tapi Eka berusaha lagi. Dari perjuangan leveransir dan aneka kebutuhan lainnya. Usahanya juga masih jatuh bangun. Misalnya, saat sudah berkibar tahun 1950-an, ada Permesta, dan barang dagangannya, terutama kopra habis dijarah oknum-oknum Permesta. Modal ia habis lagi. Namun Eka bangun lagi, dan berdagang lagi.

Usahanya gres benar-benar melesat dan tak jatuh-jatuh sehabis Orde Baru, kurun yang berdasarkan Eka, “memberi kesejukkan kurun usaha”. Pria bertangan hambar ini bisa membenahi aneka perjuangan yang tadinya “tak ada apa-apanya” menjadi “ada apa-apanya”. Tjiwi Kimia, yang dibangun 1976, dan berproduksi 10.000 ton kertas (1978) dipacu menjadi 600.000 ton kini ini.
Tahun 1980-1981 ia membeli perkebunan kelapa sawit seluas 10 ribu hektar di Riau, mesin serta pabrik berkapasitas 60 ribu ton. Perkebunan dan pabrik teh seluas 1.000 hektar berkapasitas 20 ribu ton dibelinya pula. Tahun 1982, ia membeli Bank Internasional Indonesia. Awalnya BII hanya dua cabang dengan aset Rp. 13 milyar. Setelah dipegang dua belas tahun, BII kini mempunyai 40 cabang dan cabang pembantu, dengan aset Rp. 9,2 trilyun. PT Indah Kiat juga dibeli. Produksi awal (1984) hanya 50.000 ton per tahun. Sepuluh tahun kemudian produksi Indah Kiat menjadi 700.000 ton pulp per tahun, dan 650.000 ton kertas per tahun. Tak hingga di bisnis perbankan, kertas, minyak, Eka juga merancah bisnis real estate. Ia bangun ITC Mangga Dua, ruko, apartemen lengkap dengan pusat perdagangan. Di Roxy ia bangun apartemen Green View, di Kuningan ada Ambassador.

“Saya Sungguh menyadari, saya bisa menyerupai kini lantaran Tuhan Maha Baik. Saya sangat percaya Tuhan, dan selalu ingin menjadi hamba Nya yang baik,” katanya mengomentari semua suksesnya kini.


Prinsip Eka Tjipta
"Hematlah..." tambahnya. Ia menyarankan, kalau hendak menjadi pengusaha besar, belajarlah mengendalikan uang. Jangan keuntungan hanya Rp. 100, belanjanya Rp. 90. Dan kalau untung Cuma Rp. 200, jangan coba-coba belanja Rp. 210,” Waahhh, itu cilaka betul,” katanya.

Saya juga pernah kerja non-stop 26 jam tanpa tidur.

Tapi berdasarkan saya kesulitan apa pun yang kita hadapi, asal kita punya keinginan untuk berjuang, niscaya semua kesulitan bisa diatasi.

Jujur, menjaga kredibilitas, tanggung jawab, baik terhadap keluarga, pekerjaan maupun terhadap sosial. Hidup hemat dan tidak berfoya-foya. Bila kita hidup hemat, uang yang ditabung bisa digunakan untuk membantu orang lain yang membutuhkan. Dan, kita harus sebisa mungkin berusaha membantu orang lain yang kurang mampu, tanpa diskriminasi. Kemanusiaan itu tidak pandang bulu.

Di dalam agama diajarkan bahwa saat asisten memberi, tangan kiri tidak perlu tahu. Ketika saya berbuat kebajikan dengan membantu orang lain, saya tidak takut kelakuan saya ini tidak dikenal orang, biarkan Tuhan saja yang tahu.

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan kalian semua.
Silahkan tinggalkan komentar anda dengan baik dan sopan.
Silahkan berikan saran dan kritik untuk membangun blog ini jauh lebih baik.
terimakasih

Baca Juga

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
close
Banner iklan   disini