Prof. Dr. K.H. Abdul Syakur Yasin, M.A., yang akrab disapa Buya Syakur, adalah seorang ulama kharismatik asal Indramayu, Jawa Barat. Lahir pada 2 Februari 1948, beliau dikenal luas sebagai pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Cadangpinggan. Perjalanan hidupnya yang penuh dedikasi dalam dunia pendidikan dan dakwah Islam telah memberikan pengaruh signifikan bagi masyarakat Indonesia.
Latar Belakang Pendidikan
Sejak usia dini, Buya Syakur telah menunjukkan minat yang mendalam terhadap ilmu agama. Pendidikan formalnya dimulai di Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon, di mana beliau mengasah kemampuannya dalam bahasa Arab. Kemampuan ini menjadi modal utama dalam menerjemahkan berbagai kitab berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, memudahkan akses ilmu bagi masyarakat luas.
Pada tahun 1971, semangatnya dalam menuntut ilmu membawanya ke Kairo, Mesir. Selama masa studinya, beliau dipercaya menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Kairo, menunjukkan kepemimpinan dan dedikasinya terhadap komunitas. Skripsi sarjananya yang berjudul "Kritik Sastra Objektif Terhadap Karya Novel-Novel Yusuf As-Siba’i (Novelis Mesir)" mencerminkan ketertarikannya pada sastra dan kritik literatur.
Tidak berhenti di situ, pada tahun 1977, Buya Syakur melanjutkan pendidikannya di Libya dengan fokus pada Ilmu Al-Qur’an. Dua tahun kemudian, beliau meraih gelar dalam bidang sastra Arab. Puncak pendidikannya dicapai pada tahun 1981 dengan meraih gelar magister dalam bidang sastra linguistik di Tunisia. Selama di Tunisia, beliau juga berkontribusi sebagai staf ahli di Kedutaan Besar Indonesia, memperluas pengabdiannya di kancah internasional.
Karier Akademik dan Profesional
Dedikasi Buya Syakur terhadap ilmu pengetahuan membawanya ke London pada tahun 1985, di mana beliau meraih gelar doktor dengan konsentrasi pada dialog teater. Total dua dekade dihabiskannya untuk menimba ilmu di berbagai negara di Afrika dan Eropa, memperkaya wawasan dan perspektifnya dalam berbagai disiplin ilmu.
Sekembalinya ke Indonesia pada tahun 1991, beliau bergabung dengan tokoh-tokoh terkemuka seperti Abdurrahman Wahid, Quraish Shihab, Nurcholis Majid, dan Alwi Shihab dalam berbagai kegiatan dakwah dan pendidikan. Fokus utamanya adalah mengembangkan pendidikan Islam di kampung halamannya, Indramayu. Buya Syakur mendirikan Yayasan Pondok Pesantren Cadangpinggan pada tahun 2000, yang kemudian berkembang menjadi pondok pesantren pada tahun 2006. Melalui lembaga ini, beliau berkomitmen mencetak generasi muda yang berakhlak mulia dan berilmu pengetahuan luas.
Kontribusi dalam Dunia Literasi
Selain sebagai pendidik dan ulama, Buya Syakur juga produktif dalam menulis. Beberapa karya tulisnya antara lain:
- "Renungan Spiritual Buya Syakur Yasin"
- "Surat-Surat Cinta Buya Syakur Yasin"
- "Menembus Palung Hati Yang Paling Dalam"
- "Buku Wamima: Zikir Wamima dan Doa Ya Latif"
Karya-karya tersebut menjadi sumber inspirasi dan panduan bagi banyak orang dalam mendalami spiritualitas dan ajaran Islam.
Akhir Hayat dan Warisan
Buya Syakur menghembuskan napas terakhirnya pada 17 Januari 2024 di Rumah Sakit Mitra Plumbon, Cirebon, setelah menjalani perawatan intensif selama 10 hari akibat penyakit gagal jantung dan asam lambung yang telah dideritanya selama setahun terakhir. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, santri, dan masyarakat luas yang telah merasakan manfaat dari ilmu dan bimbingannya.
Warisan terbesar yang ditinggalkan oleh Buya Syakur adalah dedikasinya dalam dunia pendidikan dan dakwah Islam. Pondok Pesantren Cadangpinggan menjadi bukti nyata komitmennya dalam mencetak generasi penerus yang berakhlak mulia dan berpengetahuan luas. Selain itu, karya-karya tulisnya terus menjadi rujukan bagi mereka yang ingin mendalami ajaran Islam dengan pendekatan yang mendalam dan reflektif.
Pengaruh dan Teladan
Kharisma dan keteladanan Buya Syakur tidak hanya dirasakan oleh komunitas lokal di Indramayu, tetapi juga oleh masyarakat Indonesia secara luas. Ceramah-ceramahnya yang menyejukkan dan penuh hikmah seringkali dibagikan melalui berbagai platform media sosial, menjangkau audiens yang lebih luas dan lintas generasi. Pendekatannya yang moderat dan inklusif dalam menyampaikan ajaran Islam menjadikannya sosok ulama yang dihormati dan dicintai banyak kalangan.
Kesimpulan
Perjalanan hidup Buya Syakur adalah contoh nyata dedikasi tanpa henti dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya untuk kebaikan umat. Dari pendidikan di berbagai negara hingga pengabdiannya di tanah air, beliau menunjukkan komitmen yang kuat dalam menyebarkan ajaran Islam yang damai dan penuh kasih. Warisan ilmu dan lembaga pendidikan yang ditinggalkannya akan terus menjadi cahaya bagi generasi mendatang dalam menapaki jalan
0 Kometar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan kalian semua.
Silahkan tinggalkan komentar anda dengan baik dan sopan.
Silahkan berikan saran dan kritik untuk membangun blog ini jauh lebih baik.
terimakasih